Dampak Pemekaran Daerah Otonomi Baru Di Indonesia (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Pangandaran setalah di diberlakukannya Pemekaran Daerah Tahun 2012)

Oleh: Firmansyah
(Ditulis Tahun 2016)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
    Pembangunan  masih dan selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan, dengan berbagai implikasi dan varian konteks serta pola implementasinya di lapangan. Pembangunan mampu menyusup ke dalam obrolan hangat di warung kopi sampai obrolan intelektual di lingkungan kampus atau perbincangan bisnis oleh pria-pria berdasi dan berjas. 
       Melihat bagaimana pembangunan kemudian menjadi salah satu komoditi utama fokus masyarakat, banyak sekali penjabaran yang memikat dari konteks utama pembangunan itu sendiri. Mulai dari teori dan isu-isu yang berkaitan erat dengan pembangunan tak hanya dalam suatu negara tapi juga secara global.
          Pembangunan pun banyak sekali digambarkan dalam animasi dan penayangan imajinatif yang dikemas sedemikian rupa untuk memberikan visi bagaimana hidup yang sejahtera itu. Hal demikian telah memberi angan-angan yang luar biasa besar pada setiap pemikiran manusia bahwa pembangunan seakan menjadi kunci utama mewujudkan impian kehidupan yang didambakan. Meski pembangunan dalam arti yang lebih luas sering dikaitkan erat dengan sector ekonomi namun pada pelaksanaannya banyak sekali aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kemudian dilibatkan. Isu lingkungan, perkembangan teknologi, industrialisasi, kesehatan, perdagangan, inverstasi, bahkan pemekaran daerah daerah dari suatu wilayah.
         Pemekaran daerah di Indonesia mulai banyak dan umum dijumpai prakteknya setelah Indonesia pada masa reformasi. Berkaca dari pengalaman yang dialami pada masa orde baru dimana sistem control dan pelaksanaan pemerintahan dijalankan secara sentralisasi dimana semua hal dan kebijakan terpusat pada pengambilan keputusan di tingkat pusat dengan menyisakan sangat sedikit sekali ruang bagi daerah untuk berkontribusi. 
         Pada masa reformasi, suara masyarakat daerah lebih didengar dengan kemudian diikuti oleh maraknya otonomi daerah yang makin diperkuat dari sabang sampai Merauke. 
        Hadirnya Otonomi daerah menjadi suatu hal yang lumrah dilakukan oleh daerah manapun yang merasa bahwa mereka lebih baik dan lebih berkembang jika memisahkan diri. Seiring dengan  terus bertambahnya waktu, Indonesia telah sampai pda tahap dimana otonomi daerah dianggap sebagai upaya paling jitu bagi daerah manapun yang ingin maju, tak bisa dipungkiri, banyak sekali embel-embel menggiurkan yang ditawarkan oleh pilihan memisahkan diri. Mulai dari kucuran dana yang tinggi sampai mengatur semua urusan rumah tangga daerah secara mandiri oleh tokoh atau masyarakat lokal. 
          Sampai saat ini, Indonesia telah memiliki 34 provinsi dan bukan tidak mungkin jumlah tersebut akan bertambah. Tak hanya pada level provinsi, di dalam provinsi pun banyak daerah yang kemudian memisahkan diri dari kota/kabupaten sebelumnya. Pada perkembangannya, daerah yang baru saja memekarkan diri akan kemudian diberi bantuan dan dipantau oleh pusat bagaimana proses budaya demokrasi diterapkan dalam pelaksanaan pemerintahan, namun tak sedikit pula yang masih menemukan kendala-kendala minor yang kemudian tak henti-hentinya menjadi batu sandungan tercapainya otonomi daerah yang baik.

Tinjauan Pustaka

Definisi Pemekaran Daerah
      Pemekaran Daerah merupakan bagian yang utuh atau suatu kesatuan yang dibagi atau dipisahkan menjadi beberapa bagian yang berdiri sendiri. Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya.
     Pamudji (2000) mengatakan bahwa dalam rangka pembentukan suatu daerah atau wilayah pemekaran diperlukan adanya suatu ukuran sebagai dasar penetapan. Pembentukan dan pemekaran wilayah yang baru harus didasarkan atas pembagian-pembagian yang bersifat objektif dengan memperhatikan segi pembiayaan sumber daya manusia serta sarana penunjang lainnya.
        Gie (2002) menyebutkan lima faktor yang harus diperhatikan dalam pembentukan / pemekaran suatu wilayah yaitu : 

  1. Luas daerah suatu wilayah sedapat mungkin merupakan suatu kesatuan dalam perhubungan, pengairan dan dari segi perekonomian dan juga harus diperhatikan keinginan penduduk setempat, persamaan adat istiadat serta kebiasaan hidupnya. 
  2. Pembagian kekuasaan pemerintahan dalam pembentukan/pemekaran hendaknya diusahakan agar tidak ada tugas dan pertanggungjawaban kembar dan harus ada keseimbangan antara beratnya kewajiban yang diserahkan dengan struktur di daerah.
  3. Jumlah penduduk tidak boleh terlampau kecil.
  4. Pegawai daerah sebaiknya mempunyai tenaga-tenaga professional dan ahli.
  5. Keuangan daerah yang berarti terdapat sumber-sumber kemakmuran yang dimilikki oleh daerah itu sendiri.
  Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 (sekarang UU No. 23 Tahun 2014) Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Selain itu Pemekaran daerah juga dapat diartikan sebagai pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya, pembentukan daerah otonomi baru yang (salah satu) tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
    Pemekaran daerah bertujuan utama agar ada ruang partisipasi bagi politik daerah serta masuknya uang dari pusat ke daerah. Namun, untuk melakukan pemekaran pada suatu daerah harus ada penjelasan terlebih dahulu kepada masyarakat yang menginginkan pemekaran tentang masalah yang harus dihadapi setelah pemekaran. Sebab, pemekaran daerah tidaklah mudah dan murah. Pemekaran wilayah seharusnya menjadi solusi atas suatu permasalahan yang dihadapi, bukannya justru menambah masalah atau menciptakan masalah baru.

Dasar Hukum Pemekaran Daerah
  Dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam pasal 18B ayat (1) bahwa. “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut.
     “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
  Namun sebelumnya pemekaran wilayah ini secara khusus diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 mengenai pembentukan daerah dan kawasan khusus dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Yang kemudian undang-undang tersebut telah diperbarui dengan UU No.23 Tahun 2014 Bab VI Bagian II tentang Pembentukan Daerah.
   Menurut UU No.23 Tahun 2014 pada Pasal 33 ayat (1) huruf a menyatakan pemekaran daerah berupa pemecahan provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua atau lebih daerah baru.Namun bukan berarti apabila suatu daerah telah memenuhi suatu persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan maka dengan sendiri nya pemekaran Daerah dapat dilakukan. Hal ini di sebabkan oleh adanya persyaratan jangka waktujalannya pemerintahan induk.   Adapun batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan untuk dapat melakukan pemekaran wilayah. Untuk pembentukan Provinsi disyaratkan sepuluh tahun, Kabupaten/Kota disyaratkan tujuh tahun, dan Kecamatan batas minimal penyelenggaraan pemerintahan adalah lima tahun.
  Dasar hukum Pemerintah daerah adalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 yang ditetapkan dengan Perubahan di Undang-Undang No 2 Tahun 2015.
     Dasar Hukum Pembentukan Daerah dalam UUD 1945, BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18 menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
  Perubahan II 18 Agustus 2000, sebelumnya berbunyi : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.
 Dasar Pembentukan Berikutnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
 Dasar pembentukan daerah yang dituangkan PP RI No. 78 Tahun 2007 ttg Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. (Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2007 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 162.

Syarat Pemekaran Daerah

Syarat Administratif
 Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota (dengan melampirkan Keputusan BPD dan Keputusan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain dengan menapai 2/3 dari jumlah BPD); mencakup :

  1. Persetujuan nama calon kabupaten/kota. 
  2. Persetujuan lokasi calon kabupaten/kota.
  3. Persetujuan pelepasan kecamatan menjadi cakupan wilayah calon kabupaten/kota;
  4. Persetujuan pemberian hibah untuk calon kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
  5. Persetujuan pemberian dukungan dana untuk pemilihan umum kepala daerah pertama kali di DOB;
  6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil, dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota untuk calon kabupaten/kota;
  7. Persetujuan penyerahan sarana prasarana perkantoran untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berada di wilayah DOB, dari kabupaten induk kepada kabupaten/kota baru. Aset lainnya yang bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan dengan ganti rugi atau tukar menukar;
  8. Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjadi cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dibentuk.
  Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota mencakup :

  1. Persetujuan nama calon kabupaten/kota;
  2. Persetujuan lokasi calon kabupaten/kota;
  3. Persetujuan pelepasan kecamatan menjai cakupan wilayah calon kabupaten/kota;
  4. Persetujuan pemberian hibah untuk calon kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
  5. Persetujuan pemberian dukungan dana untuk pemilihan umum kepala daerah untuk pertama kali di DOB;
  6. Persetujuan penyerahan kekayaan daerah berupa barang bergerak dan tidak bergerak, personil dokumen dan hutang piutang kabupaten/kota untuk calon DOB;
  Penetapan lokasi ibukota kabupaten induk yang baru apabila lokasi ibukota kabupaten induk menjasi  cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dibentuk.
  Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota mencakup :

  1. Persetujuan pemberian bantuan dana untuk calon kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
  2. Persetujuan pemberian dukungan dana untuk pemilihan umum kepala daerah pertama kali di kabupaten/kota;
  3. Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah kabupaten/ kota dan calon ibukota kabupaten/kota;
  4. Persetujuan pelepasan aset provinsi berupa sarana perkantoran yang dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di wilayah kabupaten/kota yang dibentuk. Aset lainnya yang bukan untuk pelayanan publik dapat dilakukan pelepasan hak dengan ganti rugi atau tukar menukar.
 Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota mencakup :

  1. Persetujuan pemberian bantuan dana untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan calon kabupaten/kota (minimal 2 tahun berturut-turut sejak peresmiannya);
  2. Persetujuan pemberian dukungan dana untuk pemilihan umum kepala daerah pertama kali di kabupaten/kota baru;
  3. Persetujuan nama calon kabupaten/kota, cakupan wilayah calon kabupaten/ kota dan calon ibukota kabupaten/kota;
  4. Persetujuan memindahkan personil dari provinsi dan berkoordinasi dengan pemerintah, gubernur dan bupati/walikota terhadap personil di wilayah kerjanya yang akan dipindahkan ke kabupaten/kota yang baru dibentuk.

Rekomendasi Menteri
Syarat Teknis
Hasil kajian daerah, meliputi :
  1. Kemampuan ekonomi;
  2. Potensi daerah;
  3. Sosial budaya;
  4. Sosial politik;
  5. Kependudukan;
  6. Luas daerah;
  7. Pertahanan;
  8. Kemananan;
  9. Kemampuan keuangan;
  10. Tingkat kesejahteraan masyarakat;
  11. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.
  12. Buku kabupaten/kota dalam angka terbitan terakhir untuk semua kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi;
  13. RPJM Kabupaten/Kota;
  14. Potensi masing-masing kecamatan/profil kabupaten/kota;
  15. Monografi masing-masing kecamatan;

Syarat Fisik Kewilayahan
Cakupan wilayah, meliputi :

  1. Pembentukan provinsi minimal 5 kabupaten/kota;
  2. Pembentukan kabupaten minimal 5 kecamatan;
  3. Pembentukan kota minimal 4 kecmatan.
  4. Peta wilayah dilengkapi dengan daftar nama kecamtan dan desa/kelurahan yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/kota di provinsi lain dan provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah Negara tetangga yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota;
  5. Peta wilayah dibuat berdasarkan kaidah pemetaan yang difasilitasi oleh lembaga teknis (BAKOSURTANAL, Direktorat Topografi TNI-AD untuk wilayah daratan, Dinas Hdro Oseanografi TNI-AL untuk wilayah kepulauan);
  6. Peta wilayah kabupaten/kota dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional dengan skala 1:100.000 s/d 1:250.000 untuk kabupaten, dan skala antara 1:25.000 s/d 1:50.000 untuk kota.

Cara Pemekaran Daerah Baru
  Pembentukan daerah baru sangat vital artinya jika dapat berjalan dengan mulus melalui tahap tahap berikut,

Kajian Daerah
   Kajian daerah adalah kajian provinsi dan kabupaten/kota yang secara legalistik formal disusun oleh Tim yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai kelayakan pembentukan daerah secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis yang dilengkapi dengan penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri.

Peran DPRD Kab/Kota
   Peran legislatif (DPRD) dan eksekutif (bupati/walikota) dalam konteks pembentukan daerah (pengabungan atau pemekaran) adalah sangat dominan. Hal ini disebabkan karena keputusannya dapat dijadikan sebagai penentu dari sebuah proses pemenuhan persyaratan administratif, walau yang dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusannya (antara legislatif dan eksekutif) adalah berbeda.

Peran Bupati/Walikota
    Dalam konteks pemekaran wilayah, maka bupati/walikota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) huruf a dalam bentuk keputusan bupati/walikota yang didasarkan atas hasil kajian daerah”. Kajian daerah yang dimaksud tertuang dalam pasal 14 huruf c dan merupakan persyaratan teknis seperti yang telah dipaparkan di atas.

Peran Gubernur dan DPRD Provinsi
  Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan provinsi sebagaimana yang diusulkan oleh bupati/walikota dan berdasarkan hasil kajian daerah, maka usulan pembentukan provinsi tersebut selanjutnya disampaikan kepada DPRD provinsi untuk dipinta persetujuannya.
Setelah adanya keputusan persetujuan dari DPRD provinsi, maka gubernur menyampaikan usulan pembentukan provinsi kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan melampirkan (1) Hasil kajian daerah, (2) Peta wilayah calon provinsi (3) Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota,dan (4) Keputusan DPRD provinsi.

Peran Mendagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
     Mendagri membentuk tim untuk melakukan penelitian tehadap usulan pembentukan provinsi dan menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah ke Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang ditindak lanjuti ke Presiden oleh Mendagri.

Alasan Pemekaran Daerah
  Terjadinya pemekaran daerah menurut beberapa Nara sumber adalah  Timpangnya pembangunan Dan Keadilan Alasan mengapa harus dilakukan pemekaran adalah masyarakat daerah tersebut merasakan adanya ketimpangan pemerataan dan keadilan antara daerah yang satu dengan yang lain dalam satu wilayah pemerintahan daerah.
   Daerah yang dekat dengan pusat kekuasaan, seperti ibukota, cenderung lebih mendapatkan perhatian daripada daerah yang jauh dari pusat kekuasaan sehingga daerah tersebut merasakan adanya ketimpangan pemerataan dan keadilan dari pemangku kekuasaan.
  Pemekaran daerah juga sering dijadikan alasan untuk mendapatkan keadilan. Artinya, dengan adanya pemekaran daerah diharapkan akan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan publik dan pemerataan pembangunan. Hal ini menjadi salah satu alasan terjadinya pemekaran Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
  Maka dari itu Dapat dikatakan pembentukan daerah dapat memperbaiki rasa keadilan, karena adanya daerah otonom baru memungkinkan pemerintah daerah baru tersebut untuk lebih memperhatikan kepentingan kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan. Banyak daerah baru dibentuk karena sekelompok pemangku kepentingan merasa kepentingannya kurang diperhatikan oleh pemerintah induknya. Karena itu ketika mereka berhasil membentuk daerah otonom baru diharapkan pemerintah daerah otonom hasil pemekaran itu lebih peduli kepada kepentingan mereka.
 Kondisi Geografis Yang Luas Dan Pelayanan Masyarakat Yang Tidak Efektif Dan Efisien Kondisi geografis yang luas juga menjadi alasan mengapa harus dilakukan pemekaran, jika wilayah suatu daerah terlalu luas maka dikhawatirkan pelayanan masyarakat menjadi tidak efektif dan efisien. Pemerintah suatu daerah hendaknya menyediakan pelayanan yang sama kepada seluruh masyarakat di daerahnya, wilayah yang sangat luas dapat menyebabkan tingginya biaya dan usaha yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayahnya. Hal ini menyebabkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah menjadi tidak efektif dan efisien lagi.
 Perbedaan Civil Society Yang Berkembang Di Masyarakat Alasanlain yang melatar belakangi keinginan untuk pemekaran daerah adalah adanya perbedaan kultural atau budaya (etnis), dimana pemekaran daerah terjadi karena dianggap ada perbedaan budaya antara daerah yang bersangkutan dengan daerah induknya. Sebagai contoh: penduduk Bangka Belitung dengan penduduk Sumatera Selatan, kemudian penduduk provinsi Gorontalo dengan penduduk Sulawesi Utara, demikian pula penduduk Kabupaten Minahasa Utara yang merasa berbeda budaya dengan penduduk Kabupaten Minahasa. 
   Dalam kajian yang dilakukan oleh BPK disebutkan salah satu alasan utama daerah mengajukan pemekaran adalah karena adanya perbedaan basis identitas dalam civil society. Alasan perbedaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk.
    Status Kekuasaan Alasan lain dilakukannya pemekaran adalah keinginan elite politik untuk memperoleh status kekuasaan baru atas daerah yang dipimpinnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan di daerah otonomi baru hasil pemekaran daerah maka dibentuk aparat pemerintah daerah baru, hal ini mendorong para calon pemegang kekuasaan di daerah otonomi baru untuk mempercepat pelaksanaan pemekaran daerah.

Evaluasi Pemekaran Daerah
  Beberapa pihak merasakan bahwa pemekaran bukanlah jawaban utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menegaskan bahwa pemekaran membuka peluang untuk terjadinya bureaucratic and political rentseeking, yakni kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pemekaran wilayah, baik dana dari pemerintah pusat maupun dari penerimaan daerah sendiri. 
   Di sisi lain, sebagai sebuah daerah otonom baru, pemerintah daerah dituntut untuk menunjukkan kemampuannya menggali potensi daerah. Hal ini bermuara kepada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada gilirannya menghasilkan suatu perekonomian daerah berbiaya tinggi. Pemekaran juga dianggap sebagai bisnis kelompok elit di daerah yang menginginkan jabatan dan posisi.
   Eforia demokrasi juga mendukung Partai politik, yang memang sedang tumbuh, menjadi kendaraan kelompok elit ini menyuarakan aspirasinya, termasuk untuk mendorong pemekaran daerah.
  RPJMN 2004-2009 mengamanatkan adanya program penataan daerah otonom baru (DOB). Program ini ditujukan untuk menata dan melaksanakan kebijakan pembentukan DOB sehingga pembentukan DOB tidak memberikan beban bagi keuangan negara dalam kerangka upaya meningkatkan pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain adalah:

  1. Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah-daerah otonom baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  2. Pelaksanaan kebijakan pembentukan daerah otonom baru dan atau penggabungan daerah otonom, termasuk perumusan kebijakan dan pelaksanaan upaya alternatif bagi peningkatan pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah selain melalui pembentukan daerah otonom baru;
  3. Penyelesaian status kepemilikan dan pemanfaatan aset daerah secara optimal; serta
  4. Penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom baru.
    Evaluasi yang dimaksud sangat terkait dengan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Apabila setelah lima tahun setelah pemberian kesempatan memperbaiki kinerja dan mengembangkan potensinya dan hasilnya tidak tercapai maka daerah yang bersangkutan dihapus dan digabungkan dengan daerah lain.       Harapannya melalui evaluasi maka terdapat gambaran secara umum kondisi DOB hasil pemekaran sehingga dapat dijadikan bahan kebijakan yang cukup kuat dalam penentuan arah kebijakan pemekaran daerah ke depan, termasuk penggabungan daerah.

Dampak Positif dan Negatif Pemekaran
Dampak Positif dari Pemekaran Daerah
    Pelayanan publik yang sudah dapat di katakan baik meskipun di beberapa daerah masih terdapat kekurangan. Mengalamiperkembangan yang signifikan di bidang perekonomian. Luas daerah yang tidak terlalu luas memudahkan pemerintah daerah mengelola daerahnya.
Lebih fokus dalam mengembangkan potensi daerah masing-masing.
Bisa meningkatkan infrastruktur yang ada di daerah tersebut.
Menunjang sarana untuk kemandirian tiap usaha-usaha mikro atau makro masyarakat seperti bertani, berdagang, dan lain-lain.
Memberikan kesempatan kepada putra-putra daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dampak Negatif dari Pemekaran Wilayah
Membebani keuangan pusat.
  Di beberapa daerah tertentu, pembangunan infrastruktur tidak berjalan dengan baik.
Kurangnya kemampuan pemerintah daerah untuk menstabilkan ekonomi daerah. Di beberapa daerah tertentu terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Terjadinya konflik akibat dari tidak setujunya masyarakat di beberapa daerah pemekaran tersebut.
Pemekaran Daerah Menjadi Solusi Pada Ketertinggalan Daerah. Bagaikan pedang bermata dua. Pemekaran daerah sejatinya ditujukan dalam rangka menyelesaikan ketertinggalan, namun di pihak lain seringkali dituding menjadi penyebab bertambahnya jumlah daerah tertinggal. Malah ada yang menilai pemekaran daerah sebagai penyebab ketertinggalan itu sendiri.
 Jika dinilai sebagai penyebab ketertinggalan barangkali tidak tepat. Tapi jika dikatakan pemekaran daerah dapat menyebabkan bertambahnya jumlah  kabupaten tertinggal, itu ada benarnya.  Lihat misalnya, satu daerah tertinggal dimekarkan menjadi tiga daerah otonom, maka secara administratif, jumlah daerah tertinggal menjadi tiga, yaitu satu daerah induk yang dari awalnya memang sudah tertinggal dan tambahan dua lagi dari daerah otonom baru.
 Namun demikian, dimekarkan ataupun tidak, dua wilayah yang menjadi daerah otonom baru tersebut tetap saja tertinggal. Hanya yang pasti, dengan pemekaran ini, kedua wilayah tersebut mempunyai peluang untuk lebih diperhatikan dan  keluar dari ketertinggalan. Bagaimana tidak, dengan menjadi daerah otonom maka pelayanan masyarakat menjadi lebih dekat dan memiliki anggaran yang dikelola sendiri yang dapat digunakan untuk membangun wilayah tersebut. Sewaktu bergabung dengan daerah induk, boleh jadi alokasi anggaran ke wilayah tersebut sangat kecil.
  Penghentian kebijakan pemekaran daerah oleh pemerintah  sementara ini bukanlah masalah daerah. Tapi masalah pusat, karena pusat tidak memiliki cukup dana. Jumlah daerah merupakan angka pembagi dalam formula penentuan Dana Alokasi Umum (DAU). Yang dirugikan sebetulnya daerah induk, karena alokasi APBN untuk daerah menjadi terbagi kepada daerah otonom baru. Namun biasanya, jumlah DAU yang diterima daerah induk setelah pemekaran minimal sama dengan sebelum terjadinya pemekaran, maka kebutuhan dana akibat pemekaran ini menjadi beban tambahan bagi pusat.
Kendati pemekaran daerah membuka peluang untuk menjadi sarana keluar dari ketertinggalan, namun dalam faktanya sekarang masih sulit diwujudkan karena berbagai persoalan yang menyelimuti daerah otonom baru tersebut. Peraturan Pemerintah (PP) 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:   Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
   Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah menjauhkan atau  paling tidak memperlambat tujuan pemekaran daerah. Di samping itu, dari hasil studi yang dilakukan penulis bersama Tim dari Direktorat Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004, ditemukan bahwa belum meningkatnya pelayanan kepada masyarakat di beberapa daerah otonom baru disamping karena persoalan konflik tadi  diantaranya diakibatkan juga oleh persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan Sumber Daya Manusia.
   Dalam aspek kelembagaan, ditemui bahwa beberapa daerah otonom baru saat membentuk unit-unit organisasi pemerintah daerah tidak sepenuhnya mempertimbangkan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana bagi-bagi jabatan. Terlihat juga adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal, serta kurangnya kesiapan institusi legislatif sebagai partner pemerintah daerah.
    Untuk infrastruktur, sebagian besar daerah otonom baru belum didukung oleh prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai. Banyak kantor pemerintahan menempati gedung-gedung sangat sederhana yang jauh dari layak. Ditemui di beberapa daerah, aula sederhana disekat-sekat papan triplek untuk ditempati beberapa dinas.
  Dalam hal Sumber Daya Manusia secara kuantitatif relatif tidak ada masalah, walaupun masih juga ditemui ada Kantor Bappeda yang hanya diisi oleh 2 (dua) orang, yaitu 1 (satu) orang Kepala Bappeda dan 1 (satu) orang staf.  Secara kualitas yang menonjol adalah penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, misalnya ditemui ada Kepala Dinas Perhubungan berlatar belakang Sarjana Sastra. 
Hal lain yang juga penting adalah persoalan leadership dan kejuangan dari Pimpinan Daerah beserta staf untuk berani hidup “menderita” di daerah baru yang sangat minim fasilitas. Hal ini penting untuk digaris bawahi, karena sampai saat ini banyak Kepala Daerah dan pejabat lainnya dari Daerah Otonom Baru masih lebih banyak tinggal dan berkantor  di ibu kota daerah induk. Kalau begini, kapan melayani  masyarakatnya.
Beberapa permasalahan yang menyelimuti daerah otonom baru ini tentunya menjadi kendala tersendiri dalam upaya pengentasan daerah tertinggal. Beberapa pihak terkait, khususnya Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), sudah seharusnya mempunyai perhatian lebih terhadap permasalahan daerah otonom. 
Pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menindak dan membubarkan daerah otonom yang tidak memiliki kinerja baik. Tindakan tegas itu diperlukan bagi daerah otonom yang tidak bisa mewujudkan peningkatan kualitas layanan publik, kesejahteraan masyarakat, dan demokrasi lokal. Banyaknya pembentukan daerah otonom baru tidak terlepas dari lemahnya kendali pemerintah pusat dalam menjalankan desentralisasi. Kondisi itu dimanfaatkan sebagian aktor politik lokal dan nasional untuk berkontestasi mewujudkan kepentingan politik mereka, termasuk salah satu caranya melalui pemekaran daerah.
Maraknya pemekaran daerah juga didorong motif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi pemerintahan akibat wilayah yang luas, sebaran penduduk yang tak merata, serta keinginan untuk memanfaatkan bantuan fiskal dari pemerintah pusat. Hal itu sering kali disertai keinginan untuk mewujudkan homogenitas etnis, agama, ataupun identitas primordial lainnya dalam suatu daerah.
Selain itu, pembentukan setiap tingkatan daerah otonom baru umumnya hanya didasarkan atas syarat minimum pembentukan daerah otonom baru, yaitu lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi, lima kecamatan untuk pembentukan satu kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota.
Pembentukan daerah otonom baru perlu disesuaikan dengan karakter geografisnya, yaitu negara kepulauan tropis yang memiliki keberagaman morfologi wilayah, sebaran penduduk yang tak merata, serta keragaman kondisi sosial budaya, bahasa, hingga agama. Penggunaan perspektif geografis dapat mengindari konflik tata ruang yang muncul pascapemekaran yang banyak terjadi saat ini, baik perebutan wilayah, sengketa perbatasan, maupun pengelolaan fungsional suatu ekosistem tertentu antardaerah.
Sejatinya, proses pemekaran daerah tak dapat dilarang karena kebutuhan untuk memekarkan daerah hingga kini tetap ada akibat luasnya wilayah Indonesia ataupun pertumbuhan wilayah. Hal yang dibutuhkan adalah penataan kembali proses pemekaran daerah. Mekanisme pembentukan daerah otonom baru harus dievaluasi agar proses yang membutuhkan biaya dan tenaga besar itu tidak melenceng dari tujuan utamanya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tanpa membebani keuangan negara. Agar proses penataan ulang pemekaran daerah itu berlangsung optimal, proses pemekaran daerah harus dihentikan sementara secara total atau dilakukan moratorium. Selama masa itu, proses pemekaran daerah otonom ditinjau ulang, membuat tim penilai yang independen hingga pemberian sanksi tegas bagi daerah otonom yang dinilai gagal.
Penilaian layak tidaknya sebuah calon daerah otonom baru selama ini dilakukan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Namun, oknum di lembaga itu justru ditengarai menjadi konsultan pemekaran daerah sehingga bermunculan daerah otonom baru yang sebenarnya tak layak. Karena itu, restrukturisasi DPOD diperlukan dengan mengisinya dari kalangan profesional yang independen dan memiliki kemampuan luas tentang otonomi daerah. Lembaga baru inilah yang selanjutnya akan merekomendasikan kepada DPR dan Presiden tentang layak tidaknya sebuah calon daerah baru disahkan. Proses ini juga untuk menghindari dijadikannya isu pemekaran daerah sebagai alat politik untuk bagi-bagi kekuasaan di daerah.
Sanksi juga perlu diterapkan. Jika pemekaran daerah tidak dilarang, penggabungan dan penghapusan sebuah daerah otonom juga tidak perlu ditabukan. Namun, penggabungan dan penghapusan daerah otonom yang tidak bisa melaksanakan kewenangan otonominya itu selama ini sulit dilaksanakan.
Untuk menjamin agar proses pemekaran daerah tidak hanya menghasilkan daerah otonom baru yang buruk, calon daerah otonom baru saat disahkan sebaiknya tidak langsung diberi kewenangan sebagai daerah otonom, tetapi menjadi daerah administratif dahulu. Proses transisi untuk memantau perkembangan daerah ini perlu diberlakukan selama minimal lima tahun sejak pembentukannya.

Artikel Terkait perkembangan Kabupaten Pangandaran
Berita 1
   Satu Tahun Kabupaten Pangandaran, Supratman : Pemekaran Bukan Akhir Perjuangan!
Penjabat Bupati Pangandaran, Endjang Naffandi, saat memimpin upacara Milangkala Peringatan 1 Tahun Terbentuknya Kabupaten Pangandaran, di Lapang Sepakbola Parigi, Jum’at (25/10). 
   Kabupaten Pangandaran yang terlahir dari sebuah proses pemekaran dan saat ini sudah genap berusia satu tahun merupakan buah manis dari perjuangan dan kerja keras seluruh element masyarakat di 10 kecamatan. Namun demikian, terwujudnya pemekaran bukanlah sebuah akhir dari perjuangan, tetapi hanyalah sebagai jalan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
  Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran, H. Supratman, B.Sc, mengatakan hal itu, saat memberikan sambutan di acara Milangkala Peringatan 1 Tahun Terbentuknya Kabupaten Pangandaran, di Lapang Sepakbola Parigi, Jum’at (25/10).
  “Perlu diingat oleh semua, bahwa pemekaran bukanlah tujuan akhir dari perjuangan kita, tetapi hanyalah sebuah jalan. Tujuan pemekaran ini tak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pangandaran,” kata Supratman.
  Dengan demikian, lanjut Supratman, perjuangan warga Kabupaten Pangandaran belum selesai. Dia pun mengajak seluruh element masyarakat untuk bersama-sama berjuang untuk mewujudkan tujuan dari pemekaran tersebut. ” Untuk mencapai tujuan tersebut, kuncinya adalah kebersamaan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Penjabat Bupati Pangandaran, Endjang Naffandi, mengatakan, dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Pangandaran, pihaknya terus bekerja keras untuk mewujudkan pelayanan prima yang ditunjang dengan kualitas penyelenggaraan pemerintah yang baik dan berkualitas.
“Selain itu, kami pun mengajak seluruh element masyarakat untuk bersatu dan bahu membahu dengan semangat gotong royong dalam mewujudkan kemajuan di berbagai sektor di Kabupaten Pangandaran,” ungkapnya, dalam sambutannya.
Sementara itu, dalam acara Milangkala 1 tahun terbentuknya Kabupaten Pangandaran yang jatuh pada tanggal 25 Oktober ini diawali dengan acara upacara pembukaan yang dipimpin langsung oleh Penjabat Bupati Pangandaran. Setelah itu, dilanjutkan dengan rangkaian acara pesta rakyat yang diantaranya kegiatan pagelaran pentas seni yang menghadirkan sejumlah kesenian lokal asli Pangandaran. (Syam/R2/HR-Online)
(Sumber Berita : http://www.harapanrakyat.com/2013/10/1-tahun-kab-pangandaran-supratman-pemekaran-bukan-akhir-perjuangan/ diunduh pada tanggal 26 Oktober 2016 Pukul 20:45 WIB )

Berita 2
Tahun ke-4 Kabupaten Pangandaran, Pemerintahannya Lengkap
Senin, 24 Oktober 2016
PANGANDARAN, FOKUS Jabar.com : Pemerintah Kabupaten Pangandaran menggelar upacara Hari Jadi ke-4 di Alun-alun Parigi, Senin (24/10/2016). Tahun ke-4 inilah, pemerintahan Kabupaten Pangandaran lengkap. Tampil Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata selaku inspektur dalam upacara yang berlangsung khidmat tersebut, hadiri juga semua tamu penting baik tokoh masyarakat bahkan para pejuang pemekaran Pangandaran.
Dalam sambutannya, Jeje menyampaikan pesan moral berdirinya Pangandaran yang tidak lepas dari pengaruh masyarakat yang memiliki mimpi yang sama untuk mendapatkan hak sama. "Pejuang sesungguhnya adalah rakyat Pangandaran, secara umum menginginkan hak sama dengan rasa kesejahteraan sosial yang hakikat," ucapnya.
Dia pun mengaku, meski Pangandaran tengah berdiri selama empat tahun, namun tahun ini merupakan tahun pertama pemerintahannya lengkap. Amanah yang diberikan akan menjadi sebuah motivasi besar lebih mewujudkan mimpi bersama meraih rasa keadilan sama untuk rakyat Pangandaran. "Kami yakin, apabila sinergitas antara pemerintah dan masyarakat terjalin baik, Pangandaran akan menjadi daerah lebih maju dan pesat di Jawa Barat," tegasnya.
Pantauan FOKUSJabar.com, usai upacara Hari Jadi Kabupaten Pangandaranm ke 4, dilanjutkan dengan penampilan kreasi seni hiburan rakyat. Berdasarkan hasil informasi yang berhasil dihimpun, Selasa, 25 Oktober 2016 besok, akan dilaksanakan Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Pangandaran HUT ke-4 itu.
(Sumber berita : http://fokusjabar.com/2016/10/24/tahun-4-kabupaten-pangandaran-pemerintahannya-lengkap/ diunduh pada tanggal 26 Oktober 2016 Pukul 20:45 WIB)


PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Pangandaran Setelah Pemekaran Daerah Tahun 2012
Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Salah Pemekaran Daerah atau yang ada di Indonesia adalah Kabupaten Panganadaran. Pada mulanya Pangandaran merupakan salah satu daerah yang ada diKabupaten Ciamis, namun pada tahun 2012 pangandaran resmi menjadi kabupaten karena hasil dari adanya pemekaran daerah. Kabupaten Pangandaran merupakan wilayah administrative baru yang sudah berjalan 4 tahun. Pemekaran kabupaten Pangandaran memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pangandaran. Namun selain itu tujuan utama dari pemekaran adalah agar ada ruang partisipasi bagi politik daerah serta masuknya uang dari pusat ke daerah. 
Dasar pembentukan daerah dituangkan di PP RI No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dan terdapat syarat-syarat terbentuknya daerah pemekaran. Daerah Pangandaran sudah resmi menjadi Kabupaten Pangandaran sejak tahun 2012 karena sudah sesuai dengan syarat-syarat pemekaran daerah yang meiliputi syarat administrasi yaitu sudah mendapatkan persetujuan persetujuan pembentukan calon kabupaten  dari DPRD kabupaten/kota induk, sudah mendapatkan persetujuan pembentukan calon kabupaten  dari bupati/walikota induk, sudah mendapatkan persetujuan pembentukan calon kabupaten  dari DPRD provinsi, sudah mendapatkan keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten, dan  mendapat  rekomendasi menteri untuk menjadi kabupaten baru.
Adapun syarat teknisnya yakni memiliki kajian daerah yang memadai, dan lain sebagainya. Selain itu daerah kabupaten pangandaran memiliki 10 kecamatan yang melebihi syarat fisik cakupan wilayah daerah pemekaran, adanya peta wiayah daerah Pangandaran yang disertai dengan daftar nama kecamtan dan desa/kelurahan yang menjadi cakupan calon kabupaten/kota serta garis batas wilayah calon kabupaten/kota, nama wilayah kabupaten/kota di provinsi lain dan provinsi yang sama, nama wilayah laut atau wilayah Negara tetangga yang berbatasan langsung dengan calon kabupaten/kota, Peta wilayah dibuat berdasarkan kaidah pemetaan, Peta wilayah kabupaten/kota dibuat sesuai dengan kaidah pemetaan dari peta dasar nasional dengan skala 1:100.000 s/d 1:250.000 untuk kabupaten. 
Dengan adanya pemekaran daerah ini, masyarakat kabupaten pangandaran mengharapkan mendapatkan hak yang sama satu sama lain. Masyarakat Pangandaran menginginkan hak sama dengan rasa kesejahteraan sosial yang hakikat  Dengan adanya harapan ini berarti adanya ketimpangan pemerataan dan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat Pangandaran antara daerah yang Pangandaran dengan daerah yang lain dalam satu pemerintahan daerah yang sama. Ketika daerah Pangandaran berhasil membentuk daerah otonom baru diharapkan pemerintah daerah otonom hasil pemekaran ini lebih peduli kepada kepentingan masyarakatnya. Selain itu penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Pangandaran terus bekerja keras untuk mewujudkan pelayanan prima yang ditunjang dengan kualitas penyelenggaraan pemerintah yang baik dan berkualitas.
Dengan adanya pemekaran daerah Pangandaran ini, terdapat dampak positifnya yaitu pelayanan publik yang terus di tingkatkan kualitasnya, Mengalami perkembangan yang signifikan di bidang perekonomian yang dapat memanfaatkan pariwisata Pangandaran, Luas daerah yang tidak terlalu luas memudahkan pemerintah daerah mengelola daerahnya, pemerintah kab. Pangandaran lebih fokus mengembangkan potensi di daerah kab. Pangandaran, dapat meningkatkan infrastruktur yang ada di daerah tersebut, memberikan kesempatan kepada putra-putra daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan Dampak Negatif yang dirasakan oleh daerah hasil pemekaran anatara lain adalah membebani keuangan pusat, di beberapa daerah tertentu, pembangunan infrastruktur tidak berjalan dengan baik.kurangnya kemampuan pemerintah daerah untuk menstabilkan ekonomi daerah.di beberapa daerah tertentu terjadi penyalahgunaan kekuasaan.terjadinya konflik akibat dari tidak setujunya masyarakat di beberapa daerah pemekaran tersebut.
Masalah – Masalah yang di hadapi oleh Kabupaten pangandaran setelah pemekaran wilayah
Menjadi sebuah kota/kabupaten yang baru saja memekarkan diri merupakan hal yang tidak mudah tetapi juga tidak boleh dijadikan sumber ketidakberdayaan dan ketidakmampuan. Kemandirian suatu daerah akan terlihat kemudian pada bagaimana rakyat memilih pemimpinnya dan gotong royong dalam membangun Kabupaten Pangandaran. Namun begitu, tentu ada masalah-masalah utama yang lumrah maupun yang sifatnya sangat khusus dihadapkan kepada masyarakat Pangandaran saat ini, diantaranya:
Kabupaten Pangandaran yang sudah kemudian diundangkan pengesahannya sampai saat ini masih belum menerima kucuran dana bak dari Kabupaten Ciamis maupun Provinsi Jawa Barat karena dari laporan warga Batukaras, Pangandaran, yang tekah berhasil dihimoun adalah bahwa dana APBD baru akan dikirimkan dalam jangka waktu empat bulan.
Jumlah teknokrat yang ada di Kabupaten Pangandaran bisa dibilang sangat sedikit. Sebagai pemekaran dari Kabupaten Ciamis, Pangandaran lebih dikenal khalayak luas sebagai objek wisata utama di Provinsi Jawa Barat, baik potensi laut dan wisata laut maupun cagar alam dan hutan lindung yang ada di wilayah Kabupaten Pangandaran. Hal ini membuat sector pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang tidak begitu dikembangkan secara komprehensif dan stimulatif sehingga membuat kapasitas berpikir sistem masyarakat tidak begitu mumpuni. Terlebih lagi, kemajuan bidang teknologi merupakan salah satu factor globalisasi yang cepat merambah daerah sebagai salah satu isu pembangunan juga tidak secara berkesinambungan diiringi oleh kemapanan intelektual sumber daya manusianya.
Dalam Undang-undang pengesahan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat juga disertakan penjelasan mengenai kucuran dana yang akan diturunkan kepada Kabupaten Pangandaran untuk menjalankan pemerintahan. Dikatakan bahwa dana APBD yang akan diberikan kepada Kabupaten Pangandaran merupakan sebagian dana APBD Kabupaten Ciamis dan APBD Provinsi Jawa Barat sehingga jumlah dana yang diberikan akan sangat besar. Permasalahannya adalah apakah masyarakat di Pangandaran sudah siap dan bagaimana sistem pengelolaan oleh masyarakat itu sendiri mengingat akan tindak korupsi yang makin merajalela bukan hanya di level pusat namun sudah jauh merambah ke sendi-sendi pemerintahan lokal.
Konflik kepentingan antara pebisnis pasir besi dengan warga Pangandaran “Pemerintah dikalahkan Premanisme” Seperti yang disebutkan dalam situs Regional Investment, Direktorat Pengembangan Potensi daerah BKPM, Kabupaten Tasikmalaya merupakan potensi sumber daya alam pasir besi yang sangat besar di Indonesia dan situs ekploitasi tersebut memang baru sejak 2012 ditemukan dan digunakan. Dilansir oleh situs BKPM, di lokasi Cipatujah dan Cikalong, Tasikmalaya, tersedia cadangan 4.200.000 pasir besi di Cipatujah dan 2.400.000 ton pasir besi di Cikalong. Melihat potensi yang luar biasa melimpah ini, banyak sekali pengusah ayang kemudian berlomba-lomba mendapatkan izin legal eksploitasi pasir besi di Tasikmalaya Selatan. Namun setelah dirasa justru menimbulkan banyak kerugian, pasir besi sementara ditutup oleh pemerintah tasikmalaya karena tidak jelas siapa yang bekerja untuk siapa dan kepada siapa pasir besi dijual, atau pertanyaan tentang kenapa pemasukan daerah justru tidak meningkat signifikan padahal eksploitasinya berlebihan? Masalahnya adalah Kabupaten Pangandaran ada di tengah-tengah konflik kepentingan para penguasa dan pengusaha ini yang mengirim truk-truk pasir besinya dengan tonase yang tidak karuan untuk berbondong-bondong melewati jalan utama jalur selatanm Pangandaran sehingga akibatnya jalanan sangat rusak. Warga sekitar tidak punya kekuatan untuk melawan para penguasa yang berlimpah uang ini karena tiap kali warga berontak maka truk-truk ini akan diboikot dan dihentikan supaya tidak melewati jalur Pangandaran lagi, namun keadaan justru makin memburuk karena bukannya mengalah namun para pengusaha pasir besi itu kemudian malah mengirimkan preman-preman sebagai serigala yang menentang dan menakuti warga agar truk-truk bisa lewat kembali dan dalam hal ini polisi pun tidak berdaya.
Upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah untuk Mengatasi Sejumlah Masalah 
Pada kondisi seperti ini, kita bisa melihat bagaimama Kabupaten Pangandaran justru makin dirundung masalah setelah memekarkan diri dari Kabupaten Ciamis. Bukan suatu hal yang mudah bagi para petinggi di Pangandaran untuk bisa keluar dari sekelumit masalah yang dihadapkan tepat didepan muka. Namun, menilik pada optimisme otonomi daerah yang sifatnya terus berkembang dan berproses maka patut rasanya ada kritik terhadap pembangunan yang dilaksanakan di Pangandaran, Provinsi Jawa Barat, dan Indonesia secara luas.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya, ada beberapa alternative jalan kaluar yang bisa diaplikasikan dalam pengembangan Kabupaten Pangandaran, dan seluruh daerah secara nasional. Beberapa langkah berikut juga merupakan sebuah bentuk kritik terhadap pelaksanaan pembangunan di Indonesia dan isu-isu yang berkaitan, diantaranya:
Efektivitas birokrasi untuk kesejahteraan masyarakat
Dalam sebuah sistem ketatanegaraan, birokrasi merupakan sebuah kontribusi besar dalam upayanya mengatasi situasi sulit penyelenggaraan Negara oleh pemerintah. Hal ini meliputi fungsi-fungsi birokrasi, antara lain, fungsi administrasi, fungsi kebijakan, artikulasi kepentingan, legitimasi rejim dan menjaga stabulitas pemerintahan. 
Hubungan antara birokrasi dengan kesejahteraan masyarakat itu sendiri adalah pada bagaimana kemudian efektivitas brokrasi diwujudkan melalui proses politik yang dituangkan dalam agenda maupun dokumen politik. Birokrasi dari sumbernya, Yunani, merupakan segala sesuatu yang diselesaikan di atas meja. Dari segi definisi, kita bisa ambil kesimpulan bahwa sesugguhnya birokrasi menarik garis tegas yang memisahkan antara orang yang berpikir dan bertindak sistematis serta radikal dengan orang yang tidak tersistem. Birokrasi baik level pusat maupun lokal yang baik adalah yang mampu melakukan pendekatan terhadap sistem kinerja outcome yang kemudian menguntungkan dan menjunjung kesejahteraan masyarakat. Dalam birokrasi itu sendiri dikenal erat yang namanya raintai komando yang memperjelas siapa berhak memberi instruksi kepada siapa dan siapa yang mengeksekusi di lapangan dan siapa yang melaporkan seluruh kegiatan pengurusan sebuah Negara.
Birokrasi pun harus bisa menjamin bahwa tindakan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan sesuah dengan nilai-nilai dan pasal yang sudah ditetapkan dalam UUD NRI 1945. Di manapun elemen birokrasi itu berada dan bekerja, sistem yang dijadikan sebagai acuan adalah pilar-pilar berbangsa dan bernegara dan mengacu juga kepada tujuan Negara yang telah dengan sangat jelas dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Birokrasi harus menjamin keutuhan NKRI dengan tetap berpegang teguh pada niat awal para pendiri bangsa ini, untuk mempersatukan seluruh Indonesia.
Jajaran birokrasi dalam suatu Negara, terlebih lagi dalam sebuah daerah yang baru saja memisahkan diri, maka akan sangat penting untuk menerapkan birokrasi yang baik dengan masing-masing aparatur mengetahui fungsi kelembagaan masing-masing dan tugas pokok pokoknya sehingga prinsip check and balances bisa diimplementasikan dengan baik dan fungsi control antara pemerintah (legislative, eksekutif, dan yudikatif) itu tetap ada dan ditunjukkan kepada rakyat agar pemerintah memiliki integritas yang tidak dipandang sebelah mata saja.  
Kompetensi lokal sebagai dasar pembangunan daerah
Suatu elemen masyarakat dalam sebuah tatanan kehidupan sosial di suatu daerah sudah sepatutnya mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sebagai upaya untuk mengembangkan dan mempertahankan potensi daerah sebagai nilai jual utama sebuah daerah otonom baru. Masing-masing individu merupakan agen yang akan berpengaruh bagaimana sebuah daerah mengambil dan menetapkan sebuah kebijakan yang digambarkan sebagai kebijakan pro-rakyat.
Perkembangan ekonomi yang juga merupakan salah satu isu terkait pembangungan merupakan hal yang juga harus diperhatikan oleh sebuah daerah otonom baru, p[erlu diperlihatkan keberdayaan dan integritas suatu daerah otonom dalam produk barang dan jasa daerah tersebut yang dimaksudkan untuk pemberdayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam.
Budaya demokrasi yang dibentuk pun harus berdasarkan nilai moral yang dikandung dalam prinsip-prinsip berkehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Acapkali prinsip itu didasarkan kepada sentuhan sosial-budaya yang memang diturunkan dan diteruskan dari nenek moyang terdahulu sampai generasi masa kini. Melihat kepada budaya dan karakter sosial masyarakat Pangandaran yang menggambarkan dirinya sebagai sebuah masyarakat yang terpenuhi atau mampu memenuhi kebutuhannya sendiri merupakan suatu hal yang membangkitkan optimisme akan jalannya otonomi daerah di Kabupaten Pangandaran,
Tentu saja Kabupaten Pangandaran tidak sembarangan danmain-main ketika pada akhirnya Pangandaran memutuskan untuk memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis. Potensi wisata dan alam yang dimiliki oleh Pangandaran merupakan tonggak utama perekonomian masyarakat di Pangandaran selain dari sector perikanan dan kelautan itu sendiri. Masyarakat harus paham betul dan mengenali karakteristik masyarakat itu sendiri berdasarkan kondisi geografis tempat tinggal maupun sifat egosentrisme masyarakat sunda itu sendiri yang lebih mementingkan ‘hirup sauyunan’ atau secara bersama-sama dan saling gotong royong agar dapat menjalankan seluruh potensi yang sangat besar tersedia di Kabupaten Pangandaran tersebut.
Meskipun ada optimisme, namun masyarakat Pangandaran tetap harus menguatkan potensi lokal daerahnya dengan cara pemberian sarana pendidikan mulai dari peralatan, buku-buku, gedung sekolah dan transportasi itu sendiri agar trcipta iklim ilmu pengetahuan yang baik sehingga mampu mencetak generasi muda yang unggul. Hal ini penting karena kita tentunya tidak mau di kemudian hari Pangandaran akan dikemudi dan dikendalikan oleh teknokrat dari daerah lain yang mungkin saja punya kepentingan probadi atau kelompok sebagai motif yang ia gunakan untuk dapat menolong Kabupaten Pangandaran pada awalnya. Harapannya orang-orang dari Pangandaran lah yang akan menciptakan iklim pembangunan yang kondusif dengan tetap tidak menghilangkan kecirian daerah Pangandaran itu sendiri serta menyeimbangkan antara warisan leluhur berupa lahan dan hutan serta alam yang asri dan penguatan sector ekonomi melalui upaya industrialisasi dan penggunaan instrument berbasis teknologi.
Selain itu, ketika masyarakat sudah tahu sector apa yang akan menjadi senjata unggulan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut maqka harus dibuat daftar anggaran pembelanjaan dan pengembangan yang tentunya dititikberatkan pada sector-sektor yang dirasa unggul tadi. Tak lupa, penguatan infrastruktur merupakan hal yang juga harus diperhatikan pertama kali. Tanpa infrastruktur yang memadai seperti jalan yang bagus untuk memfasilitasi pengunjung objek wisata di Kabupaten Pangandaran maka orang-orang akan enggan untuk dating dan menikmati waktu liburan mereka di Pangandaran karena pelayanan yang kurang memuaskan.
Law Enforcement sebagai upaya mengatasi premanisme, dan konflik kepentingan
Melihat kekhawatiran akan maraknya penggelapan dana APBD yang akan dikucurkan ke Pangandaran dalam jumlah yang besar, perlu disadari bahwa hal tersebut hanya akan terjadi ketika tidak ada payung hukum yang jelas yang mengatur bukan lagi dalam skala nasional namun juga lokal. Tidak boleh sampai ada kasus korupsi yang muncul pada masa awal pembentukan Kabupaten Pangandaran karena hal itu akan sangat merusak kredibilitas daerah Pangandaran serta mengurangi kepercayaan rakyat sekaligus kepercayaan Negara sendiri karena Negara merupakan lembaga yang secara langsung mengawasi praktek penggunaan dan pengalokasian dana di level daerah untuk menjalankan fungsi otonomnya. 
Sistem pengelolaan dan perbendaharaan yang apik, dalam hal ini menyangkut urusan administrasi, untuk benar-benar ditempatkan orang yang mampu dan memiliki catatan yang baik selama ia bekerja. Namun, Provinsi Jawa Barat telah kemudian menginstruksikan kepada pejabat sipil Kabupaten Ciamis yang kemudian daerahnye beririsan dengan daerah yang sekarag telah dipisahkan untuk mengurus segala berkas-berkas dan pendirian kantor utama pemerintahan. Tak hanya itu, mobilisasi pun akan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Ciamis terhadap sejumlah empat ratus orang lebih untuk membantu di kantor pemerintahan masa awal Kabupaten Pangandaran agar bisa tercipta kondisi yang stabil dan terbiasa terlebih dahulu sebelum akhirnya melanjutkan fungsi otonom kea rah yang lebih bersifat lokal.
Bukan hanya dalam hal APBD saja namun pada permasalahan tentang premanisme yang sempat di singgung di bagian rumusan masalah. Premanisme adalah sekumpulan orang yang kemudian melakukan tindakan yang bersifat bebas tetapi digunakan untuk mengintimidasi atau mengambil keuntungan dari hasil orang lain dengan terkadang ditempuh melalui cara yang anarkis. Masyarakat Pangandaran sudah sangat geram dengan ulah dari truk-truk pasir besi yang membawa muatan dengan tonase yang berlenbihan sehingga membuat jalan di sepanjangang Pangandaran – Batukaras rusak parah dan hampir tidak bisa dilewati oleh kendaraan biasa selain truk dan mobil muatan besar lainnya. 
Kondisi seperti ini telah kemudian membuat rakyat di Pangandaran sengsara karena perekonomian bisa dibilang hampir mati karena rusaknya insfrastruktur jalan. Ini bisa dilihat dengan fakta bahwa dalam jangka waktu beberapa bulan terakhir objek wisata Pangandaran dan batukaras sepi pengunjung, kebanyakan para pedagang setempat menjelaskan bahwa pengunjung malas jika harus menempuh perjalanan panjang yang melelahkan dan membuat kesal untuk sampai di Pangandaran. Distribusi produk pun menjadi lebih sukar dari biasanya dimana pasar tradisional sebagian ditutup karena sulitnya menyalurkan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang terhitung cepat.
Masyarakat pernah memberontak kepada para penguasa dan pengusaha yang telah mengakibatkan kerusakan yang besar pada jalan-jalan di Pangandaran akibat eksploitasi pasir besi yang diangkut oleh truk  bertonase tinggi yang dikirim dari Tasikmalaya, Ciamis, dan Cilacap. Ada anggapan bahwa para pengusaha ini tidak ingin mengambil jalur utama karena takt diperiksa izin produksi pasir besinya. Hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya penambangan pasir besi yang dilakukan di Tasikmalaya Selatan karena eksploitasi terus dilakukan namun masyarakat menikmati hasilnya sangat sedikti sekali. Dalam kondisi seperti ini, rakyat lah yang kemudian dikorbankan oleh keadaan, dikorbankan oleh kepentingan beberapa pihak semata yang hanya ingin meraup keuntungan bagi dirinya sendiri. Ketika masyarakat memberontak dan menghentikan truk-truk tersebut agar tidak melewati jalan-jalan di Pangandaran lagi, alih-alih mundur, truk-truk ini malah kemudian dipersenjatai preman-preman yang mampu menggertak warga dan memukul mundur warga yang awalnya bersifat keras menolak adanya penggunaan jalur pasir besi tersebut. Bahkan polisi pun tidak bisa mengatasi masalah ini.
Ini adalah potret ketidakberdayaan pemerintah mengontrol masyarakatnya. Terlebih lagi, ini merupakan bukti konkret bagaimana Negara jelas kalah di depan para penguasa dan pengusaha. Mungkinkah kita tinggal di Negara pengecut yang kalah oleh rakyatnya sendiri? Masyarakat seharusnya prihatin dengan fenomena seperti ini karena premanisme masih sangat baanyak digunakan sebagai senjata berupa serigala-serigala yang siap menerkam siapa pun yang berdiri di jalannya. Maka dari itu, harus ada penegakan hukum yang jelas bukan hanya di Kabupaten Pangandaran ketika nanti pemerintah sudah berjalan efektif namun di seluruh wilayah di Indonesia. Negara seharusnya malu jika masih kalah oleh premanisme.


PENUTUP
 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah bahwa dengan menyadari banyaknya masalah yang akhirnya ditimbulkan setelah Kabupaten Pangandaran mengabil keputusan untuk memekarkan diri dari kabupaten Ciamis maka masyarakat Pangandaran ataupun khalayak umum akan mengetahui tantangan-tantangan pembangunan dan turut serta dalam upaya global untuk menciptakan pembangunan yang efektif yaiitu pembangunan yang berbasis kesejahteraan masyarakat. Dari empat masalah utama yang telah diutarakan, yakni, potensi penyalahgunaan dana APBD, belum adanya pemerintahan aktif, konflik kepentingan, dan lemah dan terbatasnya kemampuan sumber daya manusia di Pangandaran terdapat tiga alternative atau saran penyelesaian yang ditawarkan, yang pertama adalam penguatan efektivitas birokrasi dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, kompetensi lokal sebagai dasar membangun daerah, dan law enforcement untuk mengatasi premanisme serta penyalahgunaan dana.
Pada lingkup otonomi itu sendiri harus diperhatikan bahwa isu pembangunan yang krusial bukan pada penekanan bagaimana akhirnya setiap daerah berlomba-lomba untuk memekarkan diri tapi lebih kepada bagaimana pemisahan diri suatu daerah didasarkan betul-betul pada pertimbangan kesejahteraan masyarakat yang lebih terjamin dan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat. Tak lupa, keinginan untuk menjadi daerah yang mandiri juga harus dibekali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah satu dan akan tetap satu sampai akhir hayat. Kesatuan inilah yang harus dipegang teguh oleh setiap pilar bangsa dan terus diterapkan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai bentuk implementasi pembangunan.  

Saran
Berdasarkan dari rincian pembahasan diatas, saran dari kelompok kami adalah bahwa pemekaran daerah jangan hanya dijadikan sebagai basis politik dari kelompok tertentu, karena hal tersebut hanya akan merugikan tatanan politik dan kehidupan bermasyarakat. Hendaknya pemekaran daerah itu dijadikan sebagai basis dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Basis politik boleh saja dilakukan tetapi harus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukan justru membuat rakyat tambah sengsara.
Dengan adanya segala peraturan yang telah disepakati oleh petinggi-petinggi penyelenggara pemerintahan hendaknya hal tersebut harus benar-benar menjadi pemacu demi kesejahteraan rakyat tetapi hal tersebut juga harus diperhatikan terhadap kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh daerah yang dimekarkan. Semoga pemekaran daerah yang ada membuat tatanan kehidupan masyarakat yang sejahtera


DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Schulte Nordholt Henk and Gerry Van Klinken (eds). 2007. Politik lokal Indonesia, Renegotiating boundaries : Local Politics in post-Soeharto Indonesia. Jakarta : KITLV Press
Sanit Arbi. 2014. Sistem Politik Indonesia, Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan. Jakarta : Rajawali Press
Haris Syamsudin. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demoktratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta : LIPI Press
Pamudji. 2000.  Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Indonesia
Hasibuan, Albert. 2002. Otonomi Daerah Peluang dan Tantangan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Mardiasmo, MBA.dkk. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi
Syarifin, Pipin. 2005. Pemerintah daerah di Indonesia. Bandung : Pustaka Setia
Wasistiono, Sado. 2003. Kapita selekta manajemen Pemerintah. Bandung : Focus Media
Widodo, Joko. 2001. Good Governance. Surabaya : Insan Cendikia
Darmawan. 2008. Jurnal penelitian : Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Jakarta : BAPPENAS

MEDIA ELEKTRONIK
www. http// : Pemekaran daerah dan kesejahteraan masyarakat.htm. Diakses tanggal 27 Oktober  2016 
http//:republikaonline-pemekaranwilayah.htm. Diakses tanggal 25 Oktober 2016
http://fokusjabar.com/2016/10/24/tahun-4-kabupaten-pangandaran-pemerintahannya-lengkap/ diunduh pada tanggal 26 Oktober 2016 Pukul 20:45 WIB
http://www.harapanrakyat.com/2013/10/1-tahun-kab-pangandaran-supratman-pemekaran-bukan-akhir-perjuangan/ diunduh pada tanggal 26 Oktober 2016 Pukul 20:45 WIB 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007

PERUBAHAN UUD 1945 DALAM TRANSISI DEMOKRASI INDONESIA

PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (Tugas Individu)