SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH, JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016
NAMA MATA KULIAH    : SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH
NAMA DOSEN                    : DR. YUDI RUSFIANA, S.IP., M.Si.
NAMA MAHASISWA         : FIRMANSYAH
NIM                                        : 41714011

1.    Jelaskan Konsep Desentralisasi secara sistematis !
Konsep  desentralisasi seringkali dianggap sebagai suatu formulasi       dan masalah yang mengandung suatu nilai dogmatis untuk memecahkan permasalahan  hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah. Hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan yang terdesentralisasi dipandang sebagai suatu cara atau sistem yang dapat mengembalikan kekuasaan pada bagian terbawah dari suatu sistem kemasyarakatan. Dengan demikian desentralisasi sebagai suatu sistem pemerintahan mengandung makna demokratisasi pemerintahan. Walaupun demikian pengertian desentralisasi sendiri hingga kini masih sering diperdebatkan baik secara konsepsional, kebijakan  maupun implementasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perdebatan tentang makna desentralisasi tersebut tidak hanya terbatas pada tataran terminologinya saja, tetapi juga pada pengertian desentralisasi itu sendiri ( Mawhood, 1983; Rondinelli & Chema, 1983; Davey, 1989 ).
Desentralisasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membagi kekuasaan ( division of power ). Pembagian kekuasaan secara teoritis dapat dilakukan melalui dua cara, yakni capital division of power dan areal division of power. Capital division of power merupakan pembagian kekuasaan sesuai dengan ajaran trias politica dari Montesque, yakni membagi kekuasaan menjadi kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang ( kekuasaan eksekutif ), kekuasaan untuk membuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan kekuasaan kehakiman (kekuasaan judikatif ). Sedangkan  areal  division of power dapat dilakukan dengan dua cara, yakni desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi merupakan penyerahan kekuasaan  secara  legal (yang dilandasi hukum) untuk melaksanakan fungsi tertentu atau fungsi yang tersisa kepada otoritas lokal yang secara formal diakui oleh konstitusi (Maddick,1963). Sedangkan dekonsentrasi merupakan pendelegasian kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar kantor pusat  ( Maddick, 1963 ).
Pandangan lain mengenai pengertian desentralisasi dikemukakan oleh Chema dan Rondinelli (1983). Menurut mereka desentralisasi “  is the transfer or delegating of planning, decision making or management authority from the central government and its agencies to field organizations, subbordinate units of government, semi-autonomous public coorporations, area wide or regional authorities, functional authorities, or non governmental organizations “ ( Chema and Rondinelli, 1983). Tipe desentralisasi ditentukan oleh sejauh mana otoritas atau kekuasaan ditransfer  dari pusat dan aransemen institusional (institutional arrangement) atau pengaturan kelembagaan apa yang digunakan untuk melakukan  transfer tersebut. Dalam hal  ini desentralisasi dapat berupa yang paling sederhana yakni penyerahan tugas-tugas rutin pemerintahan hingga ke pelimpahan kekuasaan (devolusi) untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang sebelumnya dipegang oleh pemerintah pusat.
Menurut  Chema dan Rondinelli ( 1983 ) selanjutnya decentralization dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni dengan melakukan desentralisasi fungsional ( functional decentralization ) atau dengan cara melaksanakan desentralisasi teritorial (areal decentralization). Desentralisasi fungsional merupakan suatu transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-Iembaga tertentu yang memiliki fungsi tertentu pula. Misalnya adalah penyerahan kewenangan atau otoritas untuk mengelola suatu jalan tol dari Departemen Pekerjaan Umum kepada suatu BUMN tertentu. Sedangkan desentralisasi teritorial merupakan transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-Iembaga publik yang beroperasi di dalam batas-batas area tertentu, seperti pelimpahan kewenangan tertentu dari pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi, Kabupaten atau Kota.
Atas dasar kedua cara tersebut maka menurut Chema dan Rondinelli (1983) terdapat empat bentuk desentralisasi yang dapat digunakan  oleh  pemerintah  untuk  melakukan transfer otoritas, baik dalam melakukan perencanaan  maupun  pelaksanaan  otoritas  tersebut,  yakni deconcentration  (dekonsentrasi), delegation  (delegasi), devolution (devolusi), privatization (privatisasi). Dalam desentralisasi, unit-unit lokal dibentuk dengan kekuasaan tertentu yang dimilikinya dan kewenangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dengan mana mereka dapat melaksanakan keputusan-keputusannya sendiri, inisiatifnya sendiri, dan mengadministrasikannya sendiri ( Maddick & Adelfer, dalam Hoessein, 2000 ). Pengertian desentralisasi menurut  Maddick dan Adelfer ( Hoessein, 2000) mengandung dua elemen yang bertalian, yakni pembentukan daerah otonom  dan penyerahan kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang-bidang pemerintahan tertentu.
Menurut Rondinelli, Nellis dan Chema ( 1983 ) desentralisasi melahirkan penguatan baik dalam bidang finansial maupun legal (dalam arti mengatur dirinya sendiri, mengambil keputusan) dari unit-unit pemerintahan daerah. Dengan desentralisasi maka aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat secara substansial diserahkan kepada unit-unit pemerintahan daerah, dan dengan demikian berada di luar kontrol pemerintah pusat. Lebih lajut, Rondinelli, Nellis dan Chema ( 1983 ) mengatakan bahwa karakteristik utama dari desentralisasi  adalah: Pertama, adanya unit-unit pemerintahan lokal yang otonom, independen dan secara jelas dipersepsikan sebagai tingkat pemerintahan yang terpisah dengan mana otoritas yang diberikan kepadanya dengan hanya sedikit atau malah tanpa kontrol langsung dari pemerintah pusat. Kedua, pemerintah lokal yang memiliki batas-batas geografis yang  jelas dalam mana mereka melaksanakan otoritas dan memberikan pelayanan publik. Ketiga, pemerintah lokal yang memiliki status sebagai korporat dan memiliki kekuasaan untuk mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya.
Dengan demikian desentralisasi melahirkan daerah otonom. Daerah otonom memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah berada di luar hierarkhi organisasi pemerintah pusat, bebas bertindak, tidak berada di bawah pengawasan langsung pemerintah pusat, bebas berprakarsa untuk mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat, tidak diintervensi oleh pemerintah pusat, mengandung integritas sistem,memiliki batas-batas tertentu (boundaries), serta memiliki identitas ( Hoessein,1997 ).
Sedangkan   menurut Smith ( 1967 ) desentralisasi akan melahirkan pemerintahan daerah ( local self government ), sedangkan dekonsentrasi akan melahirkan pemerintahan lokal ( local state government atau field administration ). Menurut Smith ( 1967 ) desentralisasi memiliki berbagai ciri seperti penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom; fungsi yang diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa ( residual functions ); penerima wewenang adalah daerah otonom; penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan, wewenang untuk mengatur dan mengurus ( regeling en bestuur ) kepentingan yang bersifat lokal; wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang berlaku umum, atau bersifat abstrak; wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang bersifat individual, atau bersifat konkrit ( beschikking, act administratif, verwaltungsakt);  keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi pemerintah pusat;  menunjukkan pola hubungan kekuasaan antar organisasi; serta menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem politik ( Hoessein, 2000 ).
Dalam rangka menjalankan sistem desentralisasi pemerintahan, di daerah-daerah dibentuk pemerintah daerah ( local government) yang merupakan badan hukum yang terpisah dari pemerintah pusat ( central government ) ( Hoessein, 2000 ). Kepada pemerintah-pemerintah daerah tersebut, diserahkan sebagian dari fungsi-fungsi pemerintahan ( yang sebelumnya merupakan fungsi pemerintah pusat ) untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

2.    Kerugian desentralisasi Dalam Prespektif Masxist
Teori Marxis Menurut pendukung teori ini, desentralisasi mengakibatkan adanya negara pada tingkat local. Terdapat beberapa penjelasan yang melandasi  ketidakberpihakan pandangan ini terhadap desentralisasi.
a.    Pandangan ini melihat bahwa pembagihan wilayah dalam konteks desentralisasi hanya akan menciptaka kondisi terjadinya akumulasi modal sehingga memunculkan kembali kaum kapitalis.
b.    Desentralisasi juga akan memengaruhi konsumsi kolektif sehingga akan dipolitisasi.
c.     Lembaga-lembaga perwakilan dalam pemerintahan daerah tetap merupakan symbol demokrasi liberal dan tetap akan dikuasai  oleh kaum kapitalis.
d.   Dalam kaitannya dengan hubungan antar pemerintahan, maka pemerintah daerah  hanya menjadi kepanjangan aparat pemerintah pusat untuk menjaga kepentingan monopoly capital.
e.    Terdapat berbagai rintangan mengenai bagaimana demokrasi llokal akan berjalan dalam suasana desentralisasi.
  Teori Marxis tentang desentralisasi dalam negara kesatuan tidak dikehendakinya, artinya  tidak menginginkan negara sebagai satu kesatuan yang tidak perlu dibagi-bagi kewenangannya, kalau kita melihat makna yang ingin disampaikan dalam tulisannya melalui kutipan Meenakshisundaram.
Pertama,asumsi dan pandangannya dengan adanya pembagian atau desentralisasi punya konsekuensi terciptanya akumulasi modal, yang pada akhirnya akan memunculkan kembali kaum kapitalis di daerah. Kedua, desentralisasi akan mempengaruhi pola komsumtif. Artinya komsumsi kolektif yang memberikan pelayanan atas semua dasar kepentingan kelas, menghasilkan ketidakadilan baru antar wilayah.
Mungkin maksud atau pendapat yang disampaikan diatas maksudnya adalah berdasarkan konteks politik lokal kekinian yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu munculnya daerah otonomi khusus yang menjadikan ketidakadilan bagi daerah lain, seperti Papua dan Aceh yang punya keistimewaan baru dalam alokasi dana APBN, tapi justru dana tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kaum kapitalis daerah atau elit pemerintah lokal tidak sampai ketangan rakyat.


3.    Rondineli VS Slater
NO
Dennis Rondinelli
NO
David Slater
1
Demokrasi Liberal dan Pilihan Publik.
1
Neomarxist
2
Optimis terhadap manfaat Desentralisasi.
2
Pesimis  terhadap manfaat Desentralisasi.
3
Kontinum antara Desentralisasi dan Sentralisasi.
3
Dikotomi Desentralisasi dan Sentralisasi.

4.    Negara yang Lebih desentralisasi dan tidak.
James Fesler (1965) sebagaimana dikutip Smith (1985:84) dalam menentukan derajat desentralisasi. Persoalan tersebut adalah : Pertama, persoalan bahasa ketika istilah sentralisasi dan desentralisasi telah mendikotomi pikiran kita. Kedua, persoalan pengukuran dan kelemahan index desentralisasi. Ketiga, persoalan membedakan desentralisasi antar wilayah dalam suatu negara.  Namun demikian, tampaknya derajat desentralisasi tetap dapat disusun berdasarkan faktor-faktor tertentu meskipun masih mengundang perdebatan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.    Derajat desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang dijalankan oleh pemerintah daerah.
b.    Jenis pendelegasian fungsi (open-end arrangement atau eral competence dan ultra-vires doctrine).
c.    Jenis control pemerintah pusat atas pemerintah daerah.
d.   Berakaitan dengan keuangan  daerah yang menyangkut sejauh mana adanya desentralisasi pengambilan kepeutusan baik tentang pengeluaran atau penerimaan pemerintah daerah.
e.     Tentang metode pembentukan pemeritah dearah.
f.     Derajat ketergantungan financial pemerintah daerahterhadap pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
g.    Besarnya wilayah pemerintah daerah.
h.    Politik paratai dan struktur dari sistem pemerintahan desentralistis.

Conyers mengungakapkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam distribusi wewenang, yaitu :
·         Menyangkut aktivitas fungsional apa yang perlu didesentralisasi
·         Tentang kekuasaan apa saja yang perlu dilekatkan dalam aktivitas atau fungsi yang didesentralisasi
·         Desentralisasi kekuasaan pada tingkat tertentu (tingakat wilayah (regions) atau negara bagian (state), tingakatan distrik, tingakatan desa).
·         Berkenaan dengan kepada siapa distribusi fungsi diberikan
·         Menyangkut cara fungsi atau wewenang desentralisasi

5.    A. Konsep Local Government
Konsep Local Government berasal dari barat untuk itu, konsep ini harus dipahami sebagaimana orang barat memahaminya. Bhenyamin Hoessein menjelaskan bahwa Local Government dapat mengandung tiga arti. Pertama, berarti pemerintahan local. Kedua, pemerintahan local yang dilakukan oleh pemerintahan local. Ketiga berarti, daerah otonom.
Local Government dalam arti yang pertama menunjuk pada lembaga/organnya. Maksudnya Local Government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah atau wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini istilah Local Government sering di pertukarkan dengan istilah localauthority (UN:1961). Baik Local Government maupun local authority, keduanya menunjuk pada council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan. Dalam konteks Indonesia Local Government merujuk pada kepala daerah dan DPRD yang masing-masing pengisiannya dilakukan dengan cara dipilih , bukan ditunjuk.
Local Government dalam arti kedua menunjuk pada fungsi kegiatannya. Dalam arti ini Local Government sama dengan Pemerintahan Daerah. Dalam konteks Indonesia pemerintah daerah dibedakan dengan istilah Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah adalah badan atau organisasi yang lebih merupakan bentuk pasifnya, sedangkan Pemerintahan Daerah merupakan bentuk aktifnya. Dengan kata lain, Pemerintahan Daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Local Government dalam pengertian organ maupun fungsitidak sama dengan  pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif. Pada Local Government hampir tidak terdapat cabang dan fungsi judikatif (Antoft dan Novakck:1998). Hal ini terkait dengan materi pelimpahan yang diterima oleh pemerintahan local. Materi pelimpahan wewenang kepada pemerintah local hanyalah kewenangan pemerintahan. Kewenangan legislasi dan judikasi tidak diserahkan kepada pemerintah local. Kewenangan legislasi tetap dipegang oleh badan legislatif (MPR, DPR, dan BPD) di pusat sedangakan kewenangan judikasi tetap dipegang oleh badan peradilan (mahkamah agun, pengadilan tinggi, peradilan negeri, dan lain-lain). Kalau toh di daerah terdapat badan peradilan seperti pengadilan tinggi di propinsi dan pengadilan negeri di kabupaten/ kota masing-masing bukan merupakan bagian dari pemerintah local. Badan-badan peradilan tersebut adalah badan badan yang independent dan otonom di bawah badan peradilan pusat.
Istilah legislatif dan eksekutif juga tidak lazim digunakan pada Local Government. Istilah yang lazim digunakan pada Local Government adalah fungsi pembentukan kebijakan (policy making function) dan fungsi pelaksana kebijakan (policy executing function). Fungsi pembentukan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang dipilih melalui pemilu, sedangkan fungsi pelaksana kebijakan dilakukan oleh pejabat yang diangkat/birokrat local (Bhenyamin Hoesein, 2001:10).
Local Government dalam pengertian ketiga yaitu sebagai daerah otonom dapat di simak dalam definisi yang diberikan the united nations of public administration yaitu subdivisi politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai control atas urusan-urusan local, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau ditunjuk secara local (UN:1961).
Dalam pengertian ini Local Government memiliki otonomi (local, dalam arti self government). Yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making = regeling) dan mengurus (rules application=bestuur) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi public masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang melaksanakan kebijkan (policy executing) (Bhenyamin Hoesein, 202) mengatur merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus merupakan perbuatan menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkrit dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan obyek tertentu (Bhenyamin Hoesein, 2002).
Harris menjelaskan bahwa Pemerintahan Daerah (local self government) adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh badanbadan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi.

De Guznon dan taples (dalam Tjahja Supriatna; 1993) menyebutkan unsur-unsur Pemerintahan Daerah yaitu :
a.    Pemerintahan Daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa dan Negara;
b.    Pemerintahan Daerah diatur oleh hukum;
c.    Pemerintahan Daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat;
d.   Pemerintahan Daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan;
e.    Pemerintahan Daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdiksinya.

Dengan merujuk pada uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah berhubungan dengan Pemerintahan Daerah otonom (Self Local Government). Pemerintahan Daerah otonom adalah Pemerintahan Daerah yang badan pemerintahannya dipilih penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan nasional.
Oleh karena itu, hubungan pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat hierarkis tapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat: hubungan sesama organisasi public. Akan tetapi harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat merupakan hubungan antar organisasi, namun keberadaannya merupakan subordinat dan dependent terhadap pemerintah pusat (Bhenyamin Hoesein, 2001).

B.  Catchment Area
Adalah hal yang berkaitan dengan penentuan batas yang akurat dengan berkoordinasi pada administrasi yang berkualitas untuk menghadapi perubahan masyarakat dan kompleksitas layanan yang dibutuhkan. Harapannya adalah pemberian layanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan optimal. Lawan kata dari Catchment Area adalah Discatchment Area yakni berupa kerusakan lingkungan, kriminalitas, ketidakpuasan publik terhadap pelayanan birokrasi, lambannya birokrasi.

C.  Local Government di Indonesia
Penentuan Batas dan Besaran Daerah
ü  Hal yang paling krusial berkkaitan dengan daerah otonom adalah persoalan penentuan batas dan besaran daearah otonom. Hal ini mempunyai arti penting untuk menciptakan Stabilitas, fleksibelitas dan responsivness.
Pertimbangan efisiensi ekonomi
Pertimbangan efisiensi ekonomi dalam penentuan batas daearah yang meliputi :
ü  Biaya perjalanan dan komunikasi rendah;
ü  Sejauh mana pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan finansial, tanah, dan sumber daya lainnya dari dalam daerahnya sendiri sehingga meminimalkan ketertergantung ekonomi.
ü  Meminimalisasi biaya yang berasal dari akibat aktivitas dalam suatu daerah yang ber-spill over dan menyebabkan biaya lainnya;
ü  Fasilitas kolaborasi dan koordinasi diantara pelayanan yang diberikan;
ü  Penyesuaian wilayah dengan badan swasta, sukarela, dan publik beserta kepentingan terkait untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi guna kepentingan bersama dan interpendensi;
Pertimbangan Efektivitas Demokrasi
Pertimbangan efisiensi ekonomi tumpang tindih dengan pertimbangan efektivitas demokrasi, namun penetapan batas daerah diharapkan harus mampu menjamin :
ü Yang diinginkan oleh para pemilih;
ü Keterwakilan yang adil bagi kaum minoritas;
ü Mudahnya aksesibilitas penduduk dalam memilih anggota dan staf pemerintah;
ü Pemahaman publik terhadap sistem dan tujuannya;
ü Rentang kekuasaan dan tanggung jawab yang mendukung pemerintah daerah untuk merespon kebutuhan penduduk ditempat baik pada masa kini dan mendatang;
ü Memberikan pilihan-pilihan dalam penyediaan barang-barang publik;

6.    Desentralisasi Fiskal
a.    Hubungan Desentralisasi politik dan ekonomi
o  Desentralisasi fiskal mendapat perhatian besar karena berkaitan langsung dengan hubungan fungsi pengeluaran dan pemasukan antara tingkatan atau jenjang pemerintahan yang lebih rentan dan yang lebih tinggi.
o  Mackintosh dan Roy mengungkapkan pendapat Bank Dunia bahwa desentralisasi fiskal dan devolusi (desentralisasi politik) merupakan dua hal yang dibutuhkan untuk membentuk dan memperkuat struktur pemerintahan daerah. Autonomy diikuti auto money;
o  Hubungan kuat Desentralisasi Fiskal dengan Devolusi (Manor, 1999; Humes IV, 1991; Fiscal Policy Resource Centre, 2001) :
1.    Desentralisasi fiskal berarti pemerintah pusat menyerahkan pengaruh atas keputusan anggaran dan mengeluarkan pada pemerintah bawahan (Daerah), maka harus di dahului Desentralisasi Politik.
2.    Desentralisasi Fiskal tanpa Desentralisasi politik maka maka sulit mewujudkan desentralisasi Sejati, yang benar-benar mencerminkan aspirasi daerah;
3.    Fiskal membutuhkan adanya akuntabilitas terhadap masyarakat dan lembaga didaerah ketimbang terhadap atasan diluar daerah;
4.    Devolusi juga membutuhkan desentralisasi fiskal untuk menopang kemandirian pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus fungsi-fungsi yang di embannya.

b.   1. Komponen-komponen sumber pendapatan Daerah
o  Pendapatan Asli Daerah (PAD)
o  Pungutan biaya (Fees), Denda (Fines) dan Lisensi (License)
o  Pendapatan Transfer (Transfered Income)
o  Pinjaman (Loans atau Borrowing)

b.   2. Komponen  Pengeluaran Daerah
o   Sebagai penyedia layanan
o   Sebagai pembeli layanan
o   Sebagai badan penyandang dana
o   Sebagai koordinator penyedia layanan publik
o   Sebagai regulator
Jenis pengeluaran
o   Untuk membiayai peran pemerintah dan bentuk penyedia layanan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007

PERUBAHAN UUD 1945 DALAM TRANSISI DEMOKRASI INDONESIA

PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (Tugas Individu)