SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH, JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2015/2016
JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN
AKADEMIK 2015/2016
NAMA MATA KULIAH : SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH
NAMA DOSEN : DR. YUDI RUSFIANA, S.IP., M.Si.
NAMA MAHASISWA : FIRMANSYAH
NIM :
41714011
1.
Jelaskan Konsep Desentralisasi secara
sistematis !
Konsep desentralisasi seringkali dianggap sebagai
suatu formulasi dan masalah yang
mengandung suatu nilai dogmatis untuk memecahkan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dengan
daerah. Hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan yang terdesentralisasi
dipandang sebagai suatu cara atau sistem yang dapat mengembalikan kekuasaan
pada bagian terbawah dari suatu sistem kemasyarakatan. Dengan demikian
desentralisasi sebagai suatu sistem pemerintahan mengandung makna demokratisasi
pemerintahan. Walaupun demikian pengertian desentralisasi sendiri hingga kini
masih sering diperdebatkan baik secara konsepsional, kebijakan maupun implementasinya dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Perdebatan tentang makna desentralisasi tersebut tidak hanya
terbatas pada tataran terminologinya saja, tetapi juga pada pengertian
desentralisasi itu sendiri ( Mawhood, 1983; Rondinelli & Chema, 1983;
Davey, 1989 ).
Desentralisasi
merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membagi kekuasaan (
division of power ). Pembagian kekuasaan secara teoritis dapat dilakukan
melalui dua cara, yakni capital division of power dan areal division of power.
Capital division of power merupakan pembagian kekuasaan sesuai dengan ajaran
trias politica dari Montesque, yakni membagi kekuasaan menjadi kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang ( kekuasaan eksekutif ), kekuasaan untuk membuat
undang-undang (kekuasaan legislatif) dan kekuasaan kehakiman (kekuasaan
judikatif ). Sedangkan areal division of power dapat dilakukan dengan dua
cara, yakni desentralisasi dan dekonsentrasi. Desentralisasi merupakan
penyerahan kekuasaan secara legal (yang dilandasi hukum) untuk
melaksanakan fungsi tertentu atau fungsi yang tersisa kepada otoritas lokal
yang secara formal diakui oleh konstitusi (Maddick,1963). Sedangkan
dekonsentrasi merupakan pendelegasian kekuasaan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar kantor
pusat ( Maddick, 1963 ).
Pandangan
lain mengenai pengertian desentralisasi dikemukakan oleh Chema dan Rondinelli
(1983). Menurut mereka desentralisasi “
is the transfer or delegating of planning, decision making or management
authority from the central government and its agencies to field organizations,
subbordinate units of government, semi-autonomous public coorporations, area
wide or regional authorities, functional authorities, or non governmental
organizations “ ( Chema and Rondinelli, 1983). Tipe desentralisasi ditentukan
oleh sejauh mana otoritas atau kekuasaan ditransfer dari pusat dan aransemen institusional
(institutional arrangement) atau pengaturan kelembagaan apa yang digunakan
untuk melakukan transfer tersebut. Dalam
hal ini desentralisasi dapat berupa yang
paling sederhana yakni penyerahan tugas-tugas rutin pemerintahan hingga ke
pelimpahan kekuasaan (devolusi) untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang
sebelumnya dipegang oleh pemerintah pusat.
Menurut Chema dan Rondinelli ( 1983 ) selanjutnya
decentralization dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni dengan melakukan desentralisasi
fungsional ( functional decentralization ) atau dengan cara melaksanakan
desentralisasi teritorial (areal decentralization). Desentralisasi fungsional
merupakan suatu transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-Iembaga
tertentu yang memiliki fungsi tertentu pula. Misalnya adalah penyerahan
kewenangan atau otoritas untuk mengelola suatu jalan tol dari Departemen
Pekerjaan Umum kepada suatu BUMN tertentu. Sedangkan desentralisasi teritorial
merupakan transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada lembaga-Iembaga publik
yang beroperasi di dalam batas-batas area tertentu, seperti pelimpahan
kewenangan tertentu dari pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi, Kabupaten
atau Kota.
Atas
dasar kedua cara tersebut maka menurut Chema dan Rondinelli (1983) terdapat
empat bentuk desentralisasi yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk melakukan transfer otoritas, baik dalam
melakukan perencanaan maupun pelaksanaan
otoritas tersebut, yakni deconcentration (dekonsentrasi), delegation (delegasi), devolution (devolusi),
privatization (privatisasi). Dalam desentralisasi, unit-unit lokal dibentuk
dengan kekuasaan tertentu yang dimilikinya dan kewenangan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi tertentu dengan mana mereka dapat melaksanakan keputusan-keputusannya
sendiri, inisiatifnya sendiri, dan mengadministrasikannya sendiri ( Maddick
& Adelfer, dalam Hoessein, 2000 ). Pengertian desentralisasi menurut Maddick dan Adelfer ( Hoessein, 2000)
mengandung dua elemen yang bertalian, yakni pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum untuk
menangani bidang-bidang pemerintahan tertentu.
Menurut
Rondinelli, Nellis dan Chema ( 1983 ) desentralisasi melahirkan penguatan baik
dalam bidang finansial maupun legal (dalam arti mengatur dirinya sendiri,
mengambil keputusan) dari unit-unit pemerintahan daerah. Dengan desentralisasi
maka aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat
secara substansial diserahkan kepada unit-unit pemerintahan daerah, dan dengan
demikian berada di luar kontrol pemerintah pusat. Lebih lajut, Rondinelli,
Nellis dan Chema ( 1983 ) mengatakan bahwa karakteristik utama dari
desentralisasi adalah: Pertama, adanya
unit-unit pemerintahan lokal yang otonom, independen dan secara jelas
dipersepsikan sebagai tingkat pemerintahan yang terpisah dengan mana otoritas
yang diberikan kepadanya dengan hanya sedikit atau malah tanpa kontrol langsung
dari pemerintah pusat. Kedua, pemerintah lokal yang memiliki batas-batas
geografis yang jelas dalam mana mereka
melaksanakan otoritas dan memberikan pelayanan publik. Ketiga, pemerintah lokal
yang memiliki status sebagai korporat dan memiliki kekuasaan untuk mengelola
sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya.
Dengan
demikian desentralisasi melahirkan daerah otonom. Daerah otonom memiliki
beberapa ciri, diantaranya adalah berada di luar hierarkhi organisasi
pemerintah pusat, bebas bertindak, tidak berada di bawah pengawasan langsung
pemerintah pusat, bebas berprakarsa untuk mengambil keputusan atas dasar
aspirasi masyarakat, tidak diintervensi oleh pemerintah pusat, mengandung
integritas sistem,memiliki batas-batas tertentu (boundaries), serta memiliki
identitas ( Hoessein,1997 ).
Sedangkan menurut Smith ( 1967 ) desentralisasi akan
melahirkan pemerintahan daerah ( local self government ), sedangkan
dekonsentrasi akan melahirkan pemerintahan lokal ( local state government atau
field administration ). Menurut Smith ( 1967 ) desentralisasi memiliki berbagai
ciri seperti penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan
tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom; fungsi yang diserahkan
dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa ( residual functions );
penerima wewenang adalah daerah otonom; penyerahan wewenang berarti wewenang
untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan, wewenang untuk mengatur dan
mengurus ( regeling en bestuur ) kepentingan yang bersifat lokal; wewenang
mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang berlaku umum, atau
bersifat abstrak; wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang bersifat individual, atau bersifat konkrit ( beschikking, act
administratif, verwaltungsakt);
keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi pemerintah
pusat; menunjukkan pola hubungan
kekuasaan antar organisasi; serta menciptakan political variety dan diversity
of structure dalam sistem politik ( Hoessein, 2000 ).
Dalam
rangka menjalankan sistem desentralisasi pemerintahan, di daerah-daerah
dibentuk pemerintah daerah ( local government) yang merupakan badan hukum yang
terpisah dari pemerintah pusat ( central government ) ( Hoessein, 2000 ).
Kepada pemerintah-pemerintah daerah tersebut, diserahkan sebagian dari
fungsi-fungsi pemerintahan ( yang sebelumnya merupakan fungsi pemerintah pusat
) untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
2.
Kerugian desentralisasi Dalam
Prespektif Masxist
Teori
Marxis Menurut
pendukung teori ini, desentralisasi mengakibatkan adanya negara pada tingkat
local. Terdapat beberapa penjelasan yang melandasi ketidakberpihakan pandangan ini terhadap
desentralisasi.
a. Pandangan
ini melihat bahwa pembagihan wilayah dalam konteks desentralisasi hanya akan
menciptaka kondisi terjadinya akumulasi modal sehingga memunculkan kembali kaum
kapitalis.
b. Desentralisasi
juga akan memengaruhi konsumsi kolektif sehingga akan dipolitisasi.
c. Lembaga-lembaga perwakilan dalam pemerintahan
daerah tetap merupakan symbol demokrasi liberal dan tetap akan dikuasai oleh kaum kapitalis.
d. Dalam
kaitannya dengan hubungan antar pemerintahan, maka pemerintah daerah hanya menjadi kepanjangan aparat pemerintah
pusat untuk menjaga kepentingan monopoly capital.
e. Terdapat
berbagai rintangan mengenai bagaimana demokrasi llokal akan berjalan dalam
suasana desentralisasi.
Teori Marxis tentang desentralisasi dalam
negara kesatuan tidak dikehendakinya, artinya
tidak menginginkan negara sebagai satu kesatuan yang tidak perlu
dibagi-bagi kewenangannya, kalau kita melihat makna yang ingin disampaikan
dalam tulisannya melalui kutipan Meenakshisundaram.
Pertama,asumsi
dan pandangannya dengan adanya pembagian atau desentralisasi punya konsekuensi
terciptanya akumulasi modal, yang pada akhirnya akan memunculkan kembali kaum
kapitalis di daerah. Kedua, desentralisasi akan mempengaruhi pola komsumtif.
Artinya komsumsi kolektif yang memberikan pelayanan atas semua dasar
kepentingan kelas, menghasilkan ketidakadilan baru antar wilayah.
Mungkin
maksud atau pendapat yang disampaikan diatas maksudnya adalah berdasarkan
konteks politik lokal kekinian yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu
munculnya daerah otonomi khusus yang menjadikan ketidakadilan bagi daerah lain,
seperti Papua dan Aceh yang punya keistimewaan baru dalam alokasi dana APBN,
tapi justru dana tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kaum kapitalis daerah
atau elit pemerintah lokal tidak sampai ketangan rakyat.
3.
Rondineli VS Slater
NO
|
Dennis
Rondinelli
|
NO
|
David
Slater
|
1
|
Demokrasi
Liberal dan Pilihan Publik.
|
1
|
Neomarxist
|
2
|
Optimis
terhadap manfaat Desentralisasi.
|
2
|
Pesimis
terhadap manfaat Desentralisasi.
|
3
|
Kontinum
antara Desentralisasi dan Sentralisasi.
|
3
|
Dikotomi
Desentralisasi dan Sentralisasi.
|
4.
Negara yang Lebih desentralisasi dan
tidak.
James Fesler
(1965) sebagaimana dikutip Smith (1985:84) dalam menentukan derajat
desentralisasi. Persoalan tersebut adalah : Pertama, persoalan bahasa ketika
istilah sentralisasi dan desentralisasi telah mendikotomi pikiran kita. Kedua,
persoalan pengukuran dan kelemahan index desentralisasi. Ketiga, persoalan
membedakan desentralisasi antar wilayah dalam suatu negara. Namun demikian, tampaknya derajat
desentralisasi tetap dapat disusun berdasarkan faktor-faktor tertentu meskipun
masih mengundang perdebatan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Derajat
desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang dijalankan oleh
pemerintah daerah.
b. Jenis
pendelegasian fungsi (open-end arrangement atau eral competence dan ultra-vires
doctrine).
c. Jenis
control pemerintah pusat atas pemerintah daerah.
d. Berakaitan
dengan keuangan daerah yang menyangkut
sejauh mana adanya desentralisasi pengambilan kepeutusan baik tentang
pengeluaran atau penerimaan pemerintah daerah.
e. Tentang metode pembentukan pemeritah dearah.
f. Derajat
ketergantungan financial pemerintah daerahterhadap pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat.
g. Besarnya
wilayah pemerintah daerah.
h. Politik
paratai dan struktur dari sistem pemerintahan desentralistis.
Conyers
mengungakapkan
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam distribusi wewenang, yaitu :
·
Menyangkut aktivitas fungsional apa yang
perlu didesentralisasi
·
Tentang kekuasaan apa saja yang perlu
dilekatkan dalam aktivitas atau fungsi yang didesentralisasi
·
Desentralisasi kekuasaan pada tingkat
tertentu (tingakat wilayah (regions) atau negara bagian (state), tingakatan
distrik, tingakatan desa).
·
Berkenaan dengan kepada siapa distribusi
fungsi diberikan
·
Menyangkut cara fungsi atau wewenang
desentralisasi
5.
A. Konsep Local Government
Konsep Local
Government berasal dari barat untuk itu, konsep ini harus dipahami sebagaimana
orang barat memahaminya. Bhenyamin Hoessein menjelaskan bahwa Local Government
dapat mengandung tiga arti. Pertama, berarti pemerintahan local. Kedua,
pemerintahan local yang dilakukan oleh pemerintahan local. Ketiga berarti,
daerah otonom.
Local Government
dalam arti yang pertama menunjuk pada lembaga/organnya. Maksudnya Local
Government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah atau
wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini
istilah Local Government sering di pertukarkan dengan istilah localauthority
(UN:1961). Baik Local Government maupun local authority, keduanya menunjuk pada
council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas
dasar pemilihan. Dalam konteks Indonesia Local Government merujuk pada kepala
daerah dan DPRD yang masing-masing pengisiannya dilakukan dengan cara dipilih ,
bukan ditunjuk.
Local Government
dalam arti kedua menunjuk pada fungsi kegiatannya. Dalam arti ini Local
Government sama dengan Pemerintahan Daerah. Dalam konteks Indonesia pemerintah
daerah dibedakan dengan istilah Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah adalah
badan atau organisasi yang lebih merupakan bentuk pasifnya, sedangkan
Pemerintahan Daerah merupakan bentuk aktifnya. Dengan kata lain, Pemerintahan Daerah
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Local Government
dalam pengertian organ maupun fungsitidak sama dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi
legislatif, eksekutif, dan judikatif. Pada Local Government hampir tidak
terdapat cabang dan fungsi judikatif (Antoft dan Novakck:1998). Hal ini terkait
dengan materi pelimpahan yang diterima oleh pemerintahan local. Materi
pelimpahan wewenang kepada pemerintah local hanyalah kewenangan pemerintahan.
Kewenangan legislasi dan judikasi tidak diserahkan kepada pemerintah local.
Kewenangan legislasi tetap dipegang oleh badan legislatif (MPR, DPR, dan BPD)
di pusat sedangakan kewenangan judikasi tetap dipegang oleh badan peradilan
(mahkamah agun, pengadilan tinggi, peradilan negeri, dan lain-lain). Kalau toh
di daerah terdapat badan peradilan seperti pengadilan tinggi di propinsi dan
pengadilan negeri di kabupaten/ kota masing-masing bukan merupakan bagian dari
pemerintah local. Badan-badan peradilan tersebut adalah badan badan yang
independent dan otonom di bawah badan peradilan pusat.
Istilah legislatif
dan eksekutif juga tidak lazim digunakan pada Local Government. Istilah yang
lazim digunakan pada Local Government adalah fungsi pembentukan kebijakan
(policy making function) dan fungsi pelaksana kebijakan (policy executing
function). Fungsi pembentukan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang dipilih
melalui pemilu, sedangkan fungsi pelaksana kebijakan dilakukan oleh pejabat
yang diangkat/birokrat local (Bhenyamin Hoesein, 2001:10).
Local Government dalam
pengertian ketiga yaitu sebagai daerah otonom dapat di simak dalam definisi
yang diberikan the united nations of public administration yaitu subdivisi
politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai
control atas urusan-urusan local, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau
memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan
dipilih atau ditunjuk secara local (UN:1961).
Dalam pengertian
ini Local Government memiliki otonomi (local, dalam arti self government).
Yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making = regeling) dan mengurus
(rules application=bestuur) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri. Dalam istilah administrasi public masing-masing wewenang tersebut
lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang
melaksanakan kebijkan (policy executing) (Bhenyamin Hoesein, 202) mengatur
merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Dalam konteks
otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam peraturan daerah dan
keputusan kepala
daerah yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus merupakan perbuatan
menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkrit dan individual
(beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan obyek
tertentu (Bhenyamin Hoesein, 2002).
Harris menjelaskan
bahwa Pemerintahan Daerah (local self government) adalah pemerintahan yang
diselenggarakan oleh badanbadan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap
mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan,
diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa dikontrol
oleh kekuasaan yang lebih tinggi.
De Guznon dan
taples (dalam Tjahja Supriatna; 1993) menyebutkan unsur-unsur Pemerintahan
Daerah yaitu :
a. Pemerintahan
Daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa dan Negara;
b. Pemerintahan
Daerah diatur oleh hukum;
c. Pemerintahan
Daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat;
d. Pemerintahan
Daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan;
e. Pemerintahan
Daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdiksinya.
Dengan merujuk
pada uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah berhubungan dengan
Pemerintahan Daerah otonom (Self Local Government). Pemerintahan Daerah otonom
adalah Pemerintahan Daerah yang badan pemerintahannya dipilih penduduk setempat
dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri
berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan
nasional.
Oleh karena itu,
hubungan pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat
hierarkis tapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat: hubungan sesama organisasi public.
Akan tetapi harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat merupakan hubungan antar organisasi, namun
keberadaannya merupakan subordinat dan dependent terhadap pemerintah pusat
(Bhenyamin Hoesein, 2001).
B. Catchment
Area
Adalah hal yang
berkaitan dengan penentuan batas yang akurat dengan berkoordinasi pada
administrasi yang berkualitas untuk menghadapi perubahan masyarakat dan
kompleksitas layanan yang dibutuhkan. Harapannya adalah pemberian layanan
kepada masyarakat dapat berjalan dengan optimal. Lawan kata dari Catchment Area
adalah Discatchment Area yakni berupa kerusakan lingkungan, kriminalitas,
ketidakpuasan publik terhadap pelayanan birokrasi, lambannya birokrasi.
C. Local
Government di Indonesia
Penentuan
Batas dan Besaran Daerah
ü Hal
yang paling krusial berkkaitan dengan daerah otonom adalah persoalan penentuan
batas dan besaran daearah otonom. Hal ini mempunyai arti penting untuk
menciptakan Stabilitas, fleksibelitas dan responsivness.
Pertimbangan
efisiensi ekonomi
Pertimbangan efisiensi ekonomi dalam penentuan batas
daearah yang meliputi :
ü Biaya
perjalanan dan komunikasi rendah;
ü Sejauh
mana pemerintah daerah mampu memenuhi kebutuhan finansial, tanah, dan sumber
daya lainnya dari dalam daerahnya sendiri sehingga meminimalkan ketertergantung
ekonomi.
ü Meminimalisasi
biaya yang berasal dari akibat aktivitas dalam suatu daerah yang ber-spill over
dan menyebabkan biaya lainnya;
ü Fasilitas
kolaborasi dan koordinasi diantara pelayanan yang diberikan;
ü Penyesuaian
wilayah dengan badan swasta, sukarela, dan publik beserta kepentingan terkait
untuk memfasilitasi kerja sama dan koordinasi guna kepentingan bersama dan
interpendensi;
Pertimbangan Efektivitas
Demokrasi
Pertimbangan
efisiensi ekonomi tumpang tindih dengan pertimbangan efektivitas demokrasi,
namun penetapan batas daerah diharapkan harus mampu menjamin :
ü Yang
diinginkan oleh para pemilih;
ü Keterwakilan
yang adil bagi kaum minoritas;
ü Mudahnya
aksesibilitas penduduk dalam memilih anggota dan staf pemerintah;
ü Pemahaman
publik terhadap sistem dan tujuannya;
ü Rentang
kekuasaan dan tanggung jawab yang mendukung pemerintah daerah untuk merespon
kebutuhan penduduk ditempat baik pada masa kini dan mendatang;
ü Memberikan
pilihan-pilihan dalam penyediaan barang-barang publik;
6.
Desentralisasi Fiskal
a.
Hubungan Desentralisasi politik dan
ekonomi
o
Desentralisasi fiskal mendapat perhatian
besar karena berkaitan langsung dengan hubungan fungsi pengeluaran dan
pemasukan antara tingkatan atau jenjang pemerintahan yang lebih rentan dan yang
lebih tinggi.
o
Mackintosh dan Roy mengungkapkan pendapat
Bank Dunia bahwa desentralisasi fiskal dan devolusi (desentralisasi politik)
merupakan dua hal yang dibutuhkan untuk membentuk dan memperkuat struktur pemerintahan
daerah. Autonomy diikuti auto money;
o
Hubungan kuat Desentralisasi Fiskal dengan
Devolusi (Manor, 1999; Humes IV, 1991; Fiscal Policy Resource Centre, 2001) :
1. Desentralisasi
fiskal berarti pemerintah pusat menyerahkan pengaruh atas keputusan anggaran
dan mengeluarkan pada pemerintah bawahan (Daerah), maka harus di dahului
Desentralisasi Politik.
2. Desentralisasi
Fiskal tanpa Desentralisasi politik maka maka sulit mewujudkan desentralisasi
Sejati, yang benar-benar mencerminkan aspirasi daerah;
3. Fiskal
membutuhkan adanya akuntabilitas terhadap masyarakat dan lembaga didaerah
ketimbang terhadap atasan diluar daerah;
4. Devolusi
juga membutuhkan desentralisasi fiskal untuk menopang kemandirian pemerintah
daerah dalam mengatur dan mengurus fungsi-fungsi yang di embannya.
b.
1. Komponen-komponen sumber
pendapatan Daerah
o
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
o
Pungutan biaya (Fees), Denda (Fines) dan
Lisensi (License)
o
Pendapatan Transfer (Transfered Income)
o
Pinjaman (Loans atau Borrowing)
b.
2. Komponen Pengeluaran Daerah
o
Sebagai penyedia layanan
o
Sebagai pembeli layanan
o
Sebagai badan penyandang dana
o
Sebagai koordinator penyedia layanan
publik
o
Sebagai regulator
Jenis pengeluaran
o
Untuk membiayai peran pemerintah dan
bentuk penyedia layanan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
https://kennedythesia.wordpress.com/2013/07/27/konsep-desentralisasi-dan-otonomi-daerah/,
Diakses pada Jum’at, 15 April 2016
http://www.pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=122:decentralization-and-local-politics&catid=8&Itemid=103, Diakses pada Jum’at, 15
April 2016
http://nativedemokrasi.blogspot.co.id/2013/03/desentralisasi-di-negara-kesatuan-dan.html?m=1, Diakses pada Jum’at, 15
April 2016
http://chicha14.blogspot.co.id/2011/04/tugas-hubungan-antar-pemerintahan.html?m=1,
Diakses pada Jum’at, 15 April 2016
http://edi-saputra-oki.blogspot.co.id/2010/05/tugas-kulya-sistem-hukum-indonesia.html?m=1, Diakses pada Jum’at, 15 April 2016
http://sakatik.blogspot.co.id/2008/10/hubungan-pusat-dan-daerah-dari-aspek.html?m=1, Diakses pada Jum’at, 15 April 2016
http://www.gurupendidikan.com/10-pengertian-desentralisasi-menurut-para-ahli/, Diakses pada Jum’at, 15 April 2016
Komentar
Posting Komentar